Rabu, 31 Juli 2013

KELUARGA SEBAGAI KEKUATAN PENCEGAH KENAKALAN ANAK DAN REMAJA 2010 02.05

Kenakalan remaja merupakan salah satu dari sekian banyak masalah sosial yang semakin merebak pada waktu sekarang ini. Masalah sosial sering dikaitkan dengan masalah perilaku menyimpang dan bahkan pelanggaran hukum atau tindak kejahatan. Upaya rehabilitasi dianggap lebih tepat untuk mengatasi masalah kenakalan remaja. Hal ini karena remaja adalah generasi penerus yang masih memungkinkan potensi sumberdaya manusianya berkembang, sehingga pada saatnya akan menggantikan generasi sebelumnya menjadi pemimpin-pemimpin bangsa.
Pada saat ini semakin berkembang bentuk penyimpangan perilaku yang dilakukan remaja. Kenakalan remaja tidak hanya berbentuk bolos sekolah, mencuri kecil-kecilan, tidak patuh pada orang tua, tetapi mengarah pada tindakan kriminal, seperti perkelahian masal antar pelajar (tawuran) yang menyebabkan kematian, perkosaan, pembunuhan dan lain-lain. Di Amerika Serikat hampir lebih dari 40 % orang-orang yang melakukan kejahatan serius adalah anak-anak remaja nakal. Ditemukan setiap harinya 2500 anak lahir di luar pernikahan, 700 anak lahir dengan berat badan rendah, 135.000 anak membawa senjata tajam ke sekolah, 7.700 anak umur belasan melakukan kegiatan seksual aktif, 600 anak umur belasan mengidap syphilis atau gonorhoe, dan 6 anak umur belasan memutuskan untuk bunuh diri (Horn, 1991). Di Indonesia tercatat pada Direktorat Bimbingan Masyarakat POLRI, bahwa pada tahun 1994 menangkap 1.261 pelaku perkelahian antar pelajar dan pada tahun 1998 data ini telah meningkat  menjadi 18.946 pelaku yang ditangkap (Justika, 1999).

Kenakalan Remaja

Menurut C. Zastrow (1982), Juvenile Deliquency atau kenakalan remaja adalah label perilaku-perilaku, seperti menjauh/menghindar dari sekolah, dari kebosanan, dari orang tua yang menterlantarkan, dari kesulitan diri, dari rumah yang bermasalah, dari situasi rumah yang membosankan, dari rumah yang tidak bahagia, dari kehidupan yang sulit, dan dari kesulitan yang satu ke kesulitan yang lain. Perilaku mereka berkisar dari perilaku agresi pasif (bolos sekolah) ke perilaku kenakalan atau kejahatan, perilaku yang tidak dapat dikendalikan (menentang aturan-aturan disiplin keluarga, minggat, mencuri kecil-kecilan di toko) ke perilaku agresi aktif  dan kejahatan (vandalisme / merusak tanpa alas an, membakar rumah dengan sengaja, dan penyerangan secara fisik). Mereka berumur di bawah 17 tahun dan berasal dari semua tingkatan ekonomi  (orang kaya, berpenghasilan menengah, pegawai tapi miskin, dan miskin akut), dan single parent maupun keluarga utuh, laki-laki maupun perempuan, dan tidak mengenal ras.
Menurut Parillo, Stimpson dan Stimpson (1985), yang tergolong remaja nakal adalah mereka yang ditangkap, seperti :
  1. Anak laki-laki yang ditangkap lebih daripada anak perempuan
  2. Angka penangkapan untuk kenakalan yang paling tinggi di kota-kota paling besar , yang paling tinggi berikutnya di daerah-daerah subur, dan yang paling rendah adalah di wilayah-wilayah pedesaan. Pola ini sama dalam semua bentuk kejahatan.
  3. Angka penangkapan yang paling tinggi adalah kalangan anak-anak yang berasal dari keluarga pecah (single parent) dan keluarga yang sangat besar.
  4. Mereka yang ditangkap biasanya berakibat buruk di sekolah, menyebabkan putus sekolah atau prestasinya rendah di bawah rata-rata.
  5. Mereka yang ditangkap biasanya tinggal di wilayah-wilayah yang bercirikan adanya deprivasi sosial dan ekonomi (tempat tinggal lebih penting daripada status keluarga dilihat dari resiko ditangkap).

Penyebab Kenakalan Remaja

Manusia, termasuk anak dan remaja adalah mahluk sosial yang senantiasa melakukan interaksi yang terbuka dengan berbagai faktor yang sulit dideteksi secara jelas, dan memungkinkan lebih bersifat individual. Profesi pekerjaan sosial merupakan profesi yang  bertanggung jawab atas masalah sosial kenakalan remaja, menunjuk ketidakmampuan orang tua sebagai penyebab kenakalan remaja, yang dalam hal ini berarti keluarga. Orang tua seharusnya memiliki kompetensi untuk mengendalikan anak-anak mereka, terutama yang sedang memasuki masa remaja. Sosiolog memandang disorganisasi sosial sebagai penyebab terjadinya kenakalan semaja, sedangkan psikolog mengacu pada pandangan Freud, bahwa kenakalan remaja disebabkan oleh terjadinya inner conflict, kelabilan emosional dan emosi alam bawah sadar lainnya.
Keluarga sering dianggap sebagai sumber tunggal dari banyak masalah sosial. Teoritisi Fungsionalis beranggapan bahwa ketidakmampuan kelompok tertentu, terutama orang-orang miskin dan para imigran, mengakibatkan anak-anak mereka mencari hubungan-hubungan alternatif seperti gang, kelompok kriminal, dan kelompok sebaya yang menyimpang lainnya. Teoritisi Interaksionist mempelajari pola-pola interaksi  keluarga sebagai petunjuk mengapa beberapa anggota keluarga berubah menyimpang, misalnya : keluarga-keluarga yang dikepalai oleh perempuan dan keluarga yang pasangannya tidak menikah, tetapi menganut norma-norma keluarga konvensional, sering mendapat stigma dan sumber masalah sosial. Bagi Teoritisi Konflik, keluarga adalah sumber masalah sosial ketika nilai-nilai yang diajarkan bertentangan dengan masyarakat yang lebih besar. Para sosiolog mengabaikan perspektif teoritis tentang keluarga tersebut dan cenderung memfokuskan pada apa yang dapat dilakukan oleh institusi-institusi dalam masyarakat, terutama institusi-institusi kesejahteraan sosial, untuk mempertahankan dan memperkuat stabilitas keluarga.
Keluarga sebagai iakatan sosial pertama yang dialami oleh seseorang. Di dalam keluargalah anak belajar untuk hidup sebagai mahluk sosial yang berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungannya (learning to live as a social being) (Brill, 1978). Keluarga merupakan wadah pertama bagi seseorang untuk mempelajari bagaimana dirinya merupakan suatu pribadi yang terpisah dan harus berinteraksi dengan orang-orang lain di luar dirinya. Interaksi sosial yang terjadi dalam keluarga ini merupakan suatu komponen vital dalam sosialisasi seorang manusia. Anak akan menyerap berbagai macam pengetahuan, norma, nilai, budi pekerti, tatakrama, sopan santun, serta berbagai keterampilan sosial lainnya yang sangat berguna dalam berbagai kehidupan masyarakat. Anak akan belajar bagaimana memikul rasa bersalah, bagaimana menghadapi secara konstruktif berbagai tanggapan anggota keluarganya yang lain, anak akan mengembangkan rasa percaya diri, harga diri, kepuasan, dan cinta kasih terhadap sesama mahluk. Dengan demikian, keluargalah pelaku pendidikan utama bagi seorang anak menjadi manusia secara penuh, manusia yang mampu hidup bersama manusia lain dalam lingkungannya yang diliputi suasana harmonis, bukan manusia congkak yang memiliki dorongan agresi, merusak, dan mengganggu lingkungan sosialnya.
Suatu keluarga yang penuh dengan kehangatan, cinta kasih, dan dialog terbuka akan diserap oleh anak dan dijadikan sebagai nilainya sendiri. Hal inilah yang menjadi landasan kuat anak dalam berinteraksi dengan orang lain di masyarakat yang lebih luas. Pada kenyataannya, keluarga dengan kondisi seperti itu tidak selalu terbentuk. Banyak keluarga yang penuh dengan kekerasan, akibat berbagai situasinya tidak sempat mendidik anaknya menjadi manusia yang secara sosial memiliki kematangan, misalnya anak yang hanya diarahkan kepada pembantu rumah tangga dari pagi hingga malam hari, enam hari dalam seminggu, akibat kedua orang tuanya harus bekerja mencari nafkah. Banyak keluarga yang merasa lingkungan sosialnya kurang aman sehingga melarang anak-anaknya bergaul di luar rumah, sedangkan orang tuanya sendiri sibuk dengan pekerjaannya. Keluarga akan menghasilkan manusia yang “kering”, “kerdil” dan “tidak bersahabat”. Inilah yang memungkinkan menjadi pra kondisi bagi kenakalan anak dan remaja. Anak akan menyerap perilaku, kebiasaan, tatakrama, serta norma yang berasal dari televisi tanpa mendapat bimbingan yang cukup berarti dari kedua orang tuanya. Anak akan menyerap tanpa evaluasi, atas perilaku orang lain yang diamatinya.

Perubahan Keluarga dan Kenakalan Remaja

Unit keluarga adalah sekelompok individu-individu yang satu sama lain dihubungkan baik oleh darah, maupun oleh institusi seperti perkawinan. Didalam kelompok tersebut biasanya terdapat pembagian wewenang (otoritas), hak tanggung jawab, serta peran-peran ekonomi dan seks. Definisi keluarga mungkin berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya, yang menimbulkan perbedaan pula dalam standar perilakunya. Unit Nuclear Family terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak mereka, dan Extended Family, terdiri atas orang tua, anak-anak, kakek-nenek, bibi, paman dan lain-lain yang tinggal bersama. Pada extended family, orang tua mempertahankan otoritas atas perkawinan diantara sepupu dilarang. Pada nuclear family unit keluarga tidak tergantung, perkawinan antar sepupu dianggap normal. Nuclear family adalah tipe keluarga yang menonjol dalam masyarakat industri, sedangkan extended family banyak ditemukan pada kultur masyarakat agraris.
Menurut W. Kornblum (1989), dewasa ini keluarga mengalami perubahan-perubahan dari extended family menjadi nuclear family, dan single earner menjadi dual earner, dari agraris ke industri dan teknologi. Bahkan definisi keluargapun berubah dari kumpulan orang-orang yang didasarkan pada hubungan darah atau perkawinan menjadi atas dasar companionship (kesepakatan atau komitmen) saja, seperti yang dilakukan oleh para kaum homo seksual di Amerika Serikat. Bila perubahan-perubahan ini tidak menimbulkan akibat negatif pada fungsi utama keluarga, yaitu memelihara dan membesarkan anak, mungkin bukan masalah. Akan tetapi, bila terjadi sebaliknya maka itu adalah sebuah masalah.
Semua keluarga secara kontinyu berubah, sebab mereka harus secara konstan menyesuaikan diri dengan siklus perkembangan keluarga, dimana peran-peran dari semua anggota keluarga berubah. Misalnya, sebagian besar keluarga melampaui tahap-tahap pra nikah, membesarkan anak, kesepian, dan pensiun. Selama dalam tahap dan pada masa transisi ke tahap yang lain, keluarga menghadapi tantangan untuk mempertahankan stabilitas atau kontinuitas, sehingga berfungsi secara memadai. Menurut Glasser dan Glasser (1965) ada lima kriteria keluarga berfungsi memadai, yaitu :
  1. Konsistensi peranan internal di antara anggota keluarga.
  2. Konsistensi peran-peran dan norma-norma keluarga, serta penampilan peran aktual.
  3. Penyesuaian peran-peran dan norma-norma keluarga dengan norma-norma masyarakat.
  4. Kemampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis anggota-anggota keluarga.
  5. Kemampuan keluarga dalam merespons perubahan-perubahan.
Kegagalan melaksanakan fungsi-fungsi ini dapat menimbulkan masalah-masalah dalam keluarga. Kegagalan tersebut biasanya tanpa sengaja dan mengakibatkan krisis internal dan eksternal. Krisis eksternal berasal dari luar, misalnya orang tua menganggur karena terkena PHK. Ini dapat mengakibatkan orang tua kehilangan harga diri dan otoritas, dan senua anggota akan takut dan cemas karena tidak adanya jaminan ekonomi. Krisis internal muncul dalam keluarga sebagai akibat, misalnya salah seorang anak mengalami mental disorder, ketidaksetiaan perkawinan dan lain-lain. Perubahan besar dalam satu peran keluarga dapat mempengaruhi krisis internal, misalnya orang tua yang tiba-tiba memutuskan untuk bekerja disamping mengurus anak, atau tiba-tiba berhenti bekerja.
Tekanan-tekanan dan masalah-masalah interpersonal lainnya dapat menimbulkan “empty shell” dalam keluarga, yaitu tidak lagi memiliki perasaan kehangatan dan kemenarikan diantara anggota-anggota keluarga karena tekanan dari luar. Di dalam keluarga tidak ada lagi strong attachment, saling mengabaikan kewajiban, dan berkomunikasi seminimal mungkin. Situasi rumah seperti demikian merupakan tempat yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya masalah kenakalan anak dan remaja. Rumah atau keluarga yang bahagiapun dapat mengakibatkan terjadinya masalah kenakalan remaja, bila keluarga lost event dalam memperhatikan anak remajanya.

Model Pendekatan Dalam Memahami Remaja

Kenakalan anak dan remaja merupakan hal yang harus diperhatikan oleh orang tua dalam upaya pemecahannya. Tidak mudah untuk mendekati mereka tanpa memahami siapa mereka dan dalam kondisi apa. Jones dan Pritchard (1985) mengemukakan lima model pendekatan untuk memahami remaja, yaitu :
1. Model Konstitusi (Constitutional Model)
Model ini memahami remaja dari perkembangan biologis dan fisiologis. Perkembangan fisik dan biologis yang terlalu dini atau terlalu lambat dapat menimbulkan masalah bagi remaja, terutama dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Misalnya anak perempuan terlalu cepat mengalami menstruasi dan mengalami pembesaran buah dada, atau sebaliknya terlambat (sudah lewat masa remaja) belum mengalami masa menstruasi dan buah dadanya masih belum muncul. Hal ini dapat menimbulkan kepanikan, rendah diri, yang akhirnya sulit  berkomunikasi dan tidak dapat menyesuaikan dengan lingkungan. Demikian pula dengan perkembangan biologis dan fisiologis anak laki-laki, misalnya mimpi basah, tumbuh bulu dan lain-lain. Peran orang tua dalam hal ini sangat penting untuk membimbing mempersiapkan berbagai kemungkinan menghadapi perkembangan biologis dan fisiologis.
2. Model Krisis Identitas (Identity Crises Model)
Model ini memahami remaja berdasarkan pemahaman remaja terhadap identitas dan konsep dirinya. Memandang remaja mengalami krisis identitas, belum memiliki kejelasan tentang siapa dirinya, apa potensinya dan apa kekurangannya. Berdasarkan model ini, remaja harus dibantu untuk menjawab pertanyaan siapa saya?, sehingga memperoleh kejelasan tentang konsep diri dan identitas dirinya. Bila tidak, remaja akan mengidentifikasi dan melakukan imitasi identitas orang lain, terutama tokoh idolanya sebagai dirinya. Masalah muncul bila tokoh yang menjadi idolanya adalah tokoh mafia, yang sering digambarkan sebagai pembunuh berdarah dingin. Dalam hal ini peran orang tua dan para profesional yang berkepentingan mempunyai tanggung jawab untuk membantu remaja agar memiliki kejelasan terhadap identitas dan konsep dirinya.
3. Model Kebutuhan (Need Model)
Mengacu pada teori kebutuhan untuk memahami remaja. Menurut teori kebutuhan Maslow (1970), bila kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman terpenuhi, maka pemenuhan kebutuhan-kebutuhan lainnya tidak akan banyak menemukan kesulitan yang berarti. Kedua kebutuhan tersebut sangat berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan remaja yang lainnya. Remaja sering menampilkan perilaku kasar bila perutnya lapar, kurang tidur an perasaannya tidak aman. Dalam hal ini orang tua sangat berperanan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan fisiologis dan rasa aman remaja.
4. Model Belajar Sosial (Social Learning Model)
Memandang bahwa remaja sangat sensitive atas model-model perilaku di lingkungannya. Bandura (1970) mengemukakan sebuah teori bahwa apabila seseorang terekspos pada satu model perilaku, kemudian exposure tersebut terjadi berulang-ulang (repetition), maka akan terjadi retention (penyimpanan dalam long-term memory). Bila ini terjadi, maka seseorang tersebut akan mengikuti model perilaku tersebut. Exposure ini biasanya dialami remaja dari media massa terutama televisi atau dari lingkungan sebayanya. Bila model perilaku yang menempa remaja tersebut ternyata dianggap cocok, maka remaja akan mengikuti model perilaku tersebut.  Selain itu, pada saat berkumpul dengan lingkungan kelompoknya, biasanya mereka berperilaku sama, yang sebenarnya merupakan hasil belajar sosial. Masalah muncul apabila model perilaku yang mengeksposnya adalah model perilaku negatif atau menyimpang. Orang tua dan para profesional yang berkepentingan juga mempunyai tanggung jawab dalam hal mencegah tereksposnya remaja pada model-model perilaku negatif atau menyimpang, atau mempersiapkan remaja agar memiliki ketahanan dalam menghadapi pengaruh model-model perilaku tersebut.
5. Model Stress (Stress Model)
Memandang bahwa setiap orang pasti mengalami stress pada suatu saat. Kemampuan mengatasi stress (Coping Ability) sangat berperanan. Stress yang tidak teratasi akan mengakibatkan kecemasan, baik kecemasan ringan, seperti berkeringat, sampai kecemasan berat seperti psikosomatis. Daya untuk mengatasi atau mengelola stress pada diri remaja perlu dikembangkan. Banyak kasus-kasus kenakalan remaja disebabkan oleh stress dan rendahnya kemampuan untuk mengatasi. Pelatihan-pelatihan untuk mengatasi stress dapat membantu para remaja mengembangkan coping ability.
Pemberdayaan Untuk Memperkuat Keluarga
Pemberdayaan keluarga yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan perkembangan anak dan remaja didasarkan atas asumsi-asumsi untuk memperkuat keluarga. Seorang Pekerja Sosial yang menggunakan model pemberdayaan didalam prakteknya akan mampu membantu keluarga yang mengalami masalah dimana : 1) mereka sama sekali tidak bertanggung jawab terhadap masalahnya akan tetapi akan bertanggung jawab terhadap solusi terhadap masalah tersebut; 2) membantu profesional dalam mencapai keahlian yang dapat digunakan dalam proses pemecahan masalah; 3) resolusi masalah yang menuntut kolaborasi antara keluarga dan “penolong” sebagai suatu kesatuan; 4) relasi mereka dengan beberapa institusi sosial akan mempengaruhi etiologi dan terpeliharanya masalah yang dialami oleh mereka, misalnya relasinya dengan polisi, rumah sakit, sekolah, lembaga probasi; 5) sistem tidak monilitis tetapi terbentuk dari subsistem dan cara-cara yang efektif yang berhubungan dengan sistem ini dapat dipelajari dalam cara yang sama dimana relasi dengan individu-individu dapat dipelajari.
1. Enabling
Asumsi dari strategi ini adalah bahwa keluarga mungkin memiliki sumber-sumber yang tidak selalu dikenali sebagai hal yang bermanfaat didalam pencapaian sistem apa yang keluarga butuhkan. Enabling menunjuk pada tindakan pekerja sosial untuk menyediakan informasi atau kontak yang akan memberikan kemampuan terhadap keluarga untuk memanfaatkan sumber-sumber yang ada pada keluarga lebih efektif. Keluarga mencoba untuk memperoleh pelayanan dukungan khusus untuk anaknya yang mengalami kegagalan di sekolah. Keluarga diberikan kemampuan untuk dapat menghadapi otoritas sekolah dan mendapatkan pelayanan.
2. Linking
Asumsi strategi ini bahwa keluarga dapat memperbesar kekuatannya sendiri melalui berhubungan dengan orang lain yang dapat menyediakan persepsi-persepsi dan atau kesempatan-kesempatan baru. Mungkin keluarga berhubungan dengan orang lain untuk menyediakan kekuatan kolektif yang dapat membuat lebih kuat didalam menghadapi sistem. Linking menunjuk pada tindakan yang dilakukan oleh pekerja sosial untuk menghubungkan keluarga-keluarga kepada keluarga-keluarga lain, kelompok atau jaringan kerja.
3. Catalyzing
Asumsi strategi ini bahwa keluarga memiliki sumber-sumber akan tetapi sumber tambahan dibutuhkan sebelum sumber yang ada pada keluarga digunakan secara penuh. Sebagai contoh, apabila orang tua memiliki keterampilan kerja, maka mereka akan membutuhkan pekerjaan sebelum keterampilan tersebut digunakan. Catalyzing menunjuk pada tindakan pekerja sosial untuk mendapatkan sumber-sumber yang menjadi prasyarat untuk keluarga menggunakan secara penuh sumber-sumbernya yang sudah ada.
4. Priming
Asumsi strategi ini bahwa banyak sistem dimana keluarga yang tadinya memiliki respon negatif, diarahkan kepada pemberian respon yang lebih positif.  Keluarga menjadi berpengalaman didalam berhubungan dengan konflik. Sebagai contoh, seorang ibu diberi kemampuan untuk mendiskusikan reaksi anak laki-lakinya terhadap situasi stress di rumah dengan konselor sekolah dan gurunya.
Kesimpulan
Masalah kenakalan anak dan remaja tidak memandang tempat maupun status sosial ekonomi, ada pada setiap lapisan masyarakat, di kota maupun di desa, pada lingkungan kaya maupun miskin. Keluarga sebagai penyebab tidak langsung terjadinya kenakalan remaja selain masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga, misalnya dari single earner menjadi dual earner mengakibatkan ibu rumah tangga berkurang waktunya untuk memperhatikan anaknya. Perubahan ini juga memberikan kontribusi pada semakin besarnya peluang terjadinya perceraian. Fenomena empty shell juga dapat disebabkan oleh perubahan akibat tidak langsung terjadinya kenakalan remaja, sebab kebutuhan akan rasa aman remaja tidak terpenuhi.
Kenakalan remaja dapat difahami melalui lima model pendekatan, yaitu model konstitusional, yang memahami remaja dari perkembangan fisiologis dan biologis; model krisis identitas untuk memahami kesulitan remaja dalam menemukan jati dirinya; model kebutuhan yang memahami remaja dari kondisi pemenuhan kebutuhan dasar manusia; model belajar sosial untuk memahami bagaimana perilaku remaja sebagai hasil belajar dari lingkungannya; dan model stress untuk memahami bagaimana kemampuan remaja dalam mengatasi stress (coping ability).
Keluarga, bagaimanapun merupakan sumber terjadinya masalah kenakalan remaja, akan tetapi keluarga juga merupakan sumber untuk mencegah dan mengatasi kenakalan remaja. Hal ini sejalan dengan aliran konservatif yang menganggap bahwa keluarga, utamanya yang memiliki orang tua lengkap, merupakan institusi yang sangat penting sebagai tempat anak untuk tumbuh dan berkembang ke arah yang memadai dengan menerapkan nilai dan moralitas yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Demikian pula Parsons (1964) dan Parsons & Bales (1956) mengatakan bahwa modernisasi akan melunturkan dan mengurangi fungsi keluarga. Fungsi sosialisasi anak dan tention.

KELUARGA SEBAGAI KEKUATAN PENCEGAH KENAKALAN ANAK DAN REMAJA 2010 02.05

Kenakalan remaja merupakan salah satu dari sekian banyak masalah sosial yang semakin merebak pada waktu sekarang ini. Masalah sosial sering dikaitkan dengan masalah perilaku menyimpang dan bahkan pelanggaran hukum atau tindak kejahatan. Upaya rehabilitasi dianggap lebih tepat untuk mengatasi masalah kenakalan remaja. Hal ini karena remaja adalah generasi penerus yang masih memungkinkan potensi sumberdaya manusianya berkembang, sehingga pada saatnya akan menggantikan generasi sebelumnya menjadi pemimpin-pemimpin bangsa.
Pada saat ini semakin berkembang bentuk penyimpangan perilaku yang dilakukan remaja. Kenakalan remaja tidak hanya berbentuk bolos sekolah, mencuri kecil-kecilan, tidak patuh pada orang tua, tetapi mengarah pada tindakan kriminal, seperti perkelahian masal antar pelajar (tawuran) yang menyebabkan kematian, perkosaan, pembunuhan dan lain-lain. Di Amerika Serikat hampir lebih dari 40 % orang-orang yang melakukan kejahatan serius adalah anak-anak remaja nakal. Ditemukan setiap harinya 2500 anak lahir di luar pernikahan, 700 anak lahir dengan berat badan rendah, 135.000 anak membawa senjata tajam ke sekolah, 7.700 anak umur belasan melakukan kegiatan seksual aktif, 600 anak umur belasan mengidap syphilis atau gonorhoe, dan 6 anak umur belasan memutuskan untuk bunuh diri (Horn, 1991). Di Indonesia tercatat pada Direktorat Bimbingan Masyarakat POLRI, bahwa pada tahun 1994 menangkap 1.261 pelaku perkelahian antar pelajar dan pada tahun 1998 data ini telah meningkat  menjadi 18.946 pelaku yang ditangkap (Justika, 1999).

Kenakalan Remaja

Menurut C. Zastrow (1982), Juvenile Deliquency atau kenakalan remaja adalah label perilaku-perilaku, seperti menjauh/menghindar dari sekolah, dari kebosanan, dari orang tua yang menterlantarkan, dari kesulitan diri, dari rumah yang bermasalah, dari situasi rumah yang membosankan, dari rumah yang tidak bahagia, dari kehidupan yang sulit, dan dari kesulitan yang satu ke kesulitan yang lain. Perilaku mereka berkisar dari perilaku agresi pasif (bolos sekolah) ke perilaku kenakalan atau kejahatan, perilaku yang tidak dapat dikendalikan (menentang aturan-aturan disiplin keluarga, minggat, mencuri kecil-kecilan di toko) ke perilaku agresi aktif  dan kejahatan (vandalisme / merusak tanpa alas an, membakar rumah dengan sengaja, dan penyerangan secara fisik). Mereka berumur di bawah 17 tahun dan berasal dari semua tingkatan ekonomi  (orang kaya, berpenghasilan menengah, pegawai tapi miskin, dan miskin akut), dan single parent maupun keluarga utuh, laki-laki maupun perempuan, dan tidak mengenal ras.
Menurut Parillo, Stimpson dan Stimpson (1985), yang tergolong remaja nakal adalah mereka yang ditangkap, seperti :
  1. Anak laki-laki yang ditangkap lebih daripada anak perempuan
  2. Angka penangkapan untuk kenakalan yang paling tinggi di kota-kota paling besar , yang paling tinggi berikutnya di daerah-daerah subur, dan yang paling rendah adalah di wilayah-wilayah pedesaan. Pola ini sama dalam semua bentuk kejahatan.
  3. Angka penangkapan yang paling tinggi adalah kalangan anak-anak yang berasal dari keluarga pecah (single parent) dan keluarga yang sangat besar.
  4. Mereka yang ditangkap biasanya berakibat buruk di sekolah, menyebabkan putus sekolah atau prestasinya rendah di bawah rata-rata.
  5. Mereka yang ditangkap biasanya tinggal di wilayah-wilayah yang bercirikan adanya deprivasi sosial dan ekonomi (tempat tinggal lebih penting daripada status keluarga dilihat dari resiko ditangkap).

Penyebab Kenakalan Remaja

Manusia, termasuk anak dan remaja adalah mahluk sosial yang senantiasa melakukan interaksi yang terbuka dengan berbagai faktor yang sulit dideteksi secara jelas, dan memungkinkan lebih bersifat individual. Profesi pekerjaan sosial merupakan profesi yang  bertanggung jawab atas masalah sosial kenakalan remaja, menunjuk ketidakmampuan orang tua sebagai penyebab kenakalan remaja, yang dalam hal ini berarti keluarga. Orang tua seharusnya memiliki kompetensi untuk mengendalikan anak-anak mereka, terutama yang sedang memasuki masa remaja. Sosiolog memandang disorganisasi sosial sebagai penyebab terjadinya kenakalan semaja, sedangkan psikolog mengacu pada pandangan Freud, bahwa kenakalan remaja disebabkan oleh terjadinya inner conflict, kelabilan emosional dan emosi alam bawah sadar lainnya.
Keluarga sering dianggap sebagai sumber tunggal dari banyak masalah sosial. Teoritisi Fungsionalis beranggapan bahwa ketidakmampuan kelompok tertentu, terutama orang-orang miskin dan para imigran, mengakibatkan anak-anak mereka mencari hubungan-hubungan alternatif seperti gang, kelompok kriminal, dan kelompok sebaya yang menyimpang lainnya. Teoritisi Interaksionist mempelajari pola-pola interaksi  keluarga sebagai petunjuk mengapa beberapa anggota keluarga berubah menyimpang, misalnya : keluarga-keluarga yang dikepalai oleh perempuan dan keluarga yang pasangannya tidak menikah, tetapi menganut norma-norma keluarga konvensional, sering mendapat stigma dan sumber masalah sosial. Bagi Teoritisi Konflik, keluarga adalah sumber masalah sosial ketika nilai-nilai yang diajarkan bertentangan dengan masyarakat yang lebih besar. Para sosiolog mengabaikan perspektif teoritis tentang keluarga tersebut dan cenderung memfokuskan pada apa yang dapat dilakukan oleh institusi-institusi dalam masyarakat, terutama institusi-institusi kesejahteraan sosial, untuk mempertahankan dan memperkuat stabilitas keluarga.
Keluarga sebagai iakatan sosial pertama yang dialami oleh seseorang. Di dalam keluargalah anak belajar untuk hidup sebagai mahluk sosial yang berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungannya (learning to live as a social being) (Brill, 1978). Keluarga merupakan wadah pertama bagi seseorang untuk mempelajari bagaimana dirinya merupakan suatu pribadi yang terpisah dan harus berinteraksi dengan orang-orang lain di luar dirinya. Interaksi sosial yang terjadi dalam keluarga ini merupakan suatu komponen vital dalam sosialisasi seorang manusia. Anak akan menyerap berbagai macam pengetahuan, norma, nilai, budi pekerti, tatakrama, sopan santun, serta berbagai keterampilan sosial lainnya yang sangat berguna dalam berbagai kehidupan masyarakat. Anak akan belajar bagaimana memikul rasa bersalah, bagaimana menghadapi secara konstruktif berbagai tanggapan anggota keluarganya yang lain, anak akan mengembangkan rasa percaya diri, harga diri, kepuasan, dan cinta kasih terhadap sesama mahluk. Dengan demikian, keluargalah pelaku pendidikan utama bagi seorang anak menjadi manusia secara penuh, manusia yang mampu hidup bersama manusia lain dalam lingkungannya yang diliputi suasana harmonis, bukan manusia congkak yang memiliki dorongan agresi, merusak, dan mengganggu lingkungan sosialnya.
Suatu keluarga yang penuh dengan kehangatan, cinta kasih, dan dialog terbuka akan diserap oleh anak dan dijadikan sebagai nilainya sendiri. Hal inilah yang menjadi landasan kuat anak dalam berinteraksi dengan orang lain di masyarakat yang lebih luas. Pada kenyataannya, keluarga dengan kondisi seperti itu tidak selalu terbentuk. Banyak keluarga yang penuh dengan kekerasan, akibat berbagai situasinya tidak sempat mendidik anaknya menjadi manusia yang secara sosial memiliki kematangan, misalnya anak yang hanya diarahkan kepada pembantu rumah tangga dari pagi hingga malam hari, enam hari dalam seminggu, akibat kedua orang tuanya harus bekerja mencari nafkah. Banyak keluarga yang merasa lingkungan sosialnya kurang aman sehingga melarang anak-anaknya bergaul di luar rumah, sedangkan orang tuanya sendiri sibuk dengan pekerjaannya. Keluarga akan menghasilkan manusia yang “kering”, “kerdil” dan “tidak bersahabat”. Inilah yang memungkinkan menjadi pra kondisi bagi kenakalan anak dan remaja. Anak akan menyerap perilaku, kebiasaan, tatakrama, serta norma yang berasal dari televisi tanpa mendapat bimbingan yang cukup berarti dari kedua orang tuanya. Anak akan menyerap tanpa evaluasi, atas perilaku orang lain yang diamatinya.

Perubahan Keluarga dan Kenakalan Remaja

Unit keluarga adalah sekelompok individu-individu yang satu sama lain dihubungkan baik oleh darah, maupun oleh institusi seperti perkawinan. Didalam kelompok tersebut biasanya terdapat pembagian wewenang (otoritas), hak tanggung jawab, serta peran-peran ekonomi dan seks. Definisi keluarga mungkin berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya, yang menimbulkan perbedaan pula dalam standar perilakunya. Unit Nuclear Family terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak mereka, dan Extended Family, terdiri atas orang tua, anak-anak, kakek-nenek, bibi, paman dan lain-lain yang tinggal bersama. Pada extended family, orang tua mempertahankan otoritas atas perkawinan diantara sepupu dilarang. Pada nuclear family unit keluarga tidak tergantung, perkawinan antar sepupu dianggap normal. Nuclear family adalah tipe keluarga yang menonjol dalam masyarakat industri, sedangkan extended family banyak ditemukan pada kultur masyarakat agraris.
Menurut W. Kornblum (1989), dewasa ini keluarga mengalami perubahan-perubahan dari extended family menjadi nuclear family, dan single earner menjadi dual earner, dari agraris ke industri dan teknologi. Bahkan definisi keluargapun berubah dari kumpulan orang-orang yang didasarkan pada hubungan darah atau perkawinan menjadi atas dasar companionship (kesepakatan atau komitmen) saja, seperti yang dilakukan oleh para kaum homo seksual di Amerika Serikat. Bila perubahan-perubahan ini tidak menimbulkan akibat negatif pada fungsi utama keluarga, yaitu memelihara dan membesarkan anak, mungkin bukan masalah. Akan tetapi, bila terjadi sebaliknya maka itu adalah sebuah masalah.
Semua keluarga secara kontinyu berubah, sebab mereka harus secara konstan menyesuaikan diri dengan siklus perkembangan keluarga, dimana peran-peran dari semua anggota keluarga berubah. Misalnya, sebagian besar keluarga melampaui tahap-tahap pra nikah, membesarkan anak, kesepian, dan pensiun. Selama dalam tahap dan pada masa transisi ke tahap yang lain, keluarga menghadapi tantangan untuk mempertahankan stabilitas atau kontinuitas, sehingga berfungsi secara memadai. Menurut Glasser dan Glasser (1965) ada lima kriteria keluarga berfungsi memadai, yaitu :
  1. Konsistensi peranan internal di antara anggota keluarga.
  2. Konsistensi peran-peran dan norma-norma keluarga, serta penampilan peran aktual.
  3. Penyesuaian peran-peran dan norma-norma keluarga dengan norma-norma masyarakat.
  4. Kemampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis anggota-anggota keluarga.
  5. Kemampuan keluarga dalam merespons perubahan-perubahan.
Kegagalan melaksanakan fungsi-fungsi ini dapat menimbulkan masalah-masalah dalam keluarga. Kegagalan tersebut biasanya tanpa sengaja dan mengakibatkan krisis internal dan eksternal. Krisis eksternal berasal dari luar, misalnya orang tua menganggur karena terkena PHK. Ini dapat mengakibatkan orang tua kehilangan harga diri dan otoritas, dan senua anggota akan takut dan cemas karena tidak adanya jaminan ekonomi. Krisis internal muncul dalam keluarga sebagai akibat, misalnya salah seorang anak mengalami mental disorder, ketidaksetiaan perkawinan dan lain-lain. Perubahan besar dalam satu peran keluarga dapat mempengaruhi krisis internal, misalnya orang tua yang tiba-tiba memutuskan untuk bekerja disamping mengurus anak, atau tiba-tiba berhenti bekerja.
Tekanan-tekanan dan masalah-masalah interpersonal lainnya dapat menimbulkan “empty shell” dalam keluarga, yaitu tidak lagi memiliki perasaan kehangatan dan kemenarikan diantara anggota-anggota keluarga karena tekanan dari luar. Di dalam keluarga tidak ada lagi strong attachment, saling mengabaikan kewajiban, dan berkomunikasi seminimal mungkin. Situasi rumah seperti demikian merupakan tempat yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya masalah kenakalan anak dan remaja. Rumah atau keluarga yang bahagiapun dapat mengakibatkan terjadinya masalah kenakalan remaja, bila keluarga lost event dalam memperhatikan anak remajanya.

Model Pendekatan Dalam Memahami Remaja

Kenakalan anak dan remaja merupakan hal yang harus diperhatikan oleh orang tua dalam upaya pemecahannya. Tidak mudah untuk mendekati mereka tanpa memahami siapa mereka dan dalam kondisi apa. Jones dan Pritchard (1985) mengemukakan lima model pendekatan untuk memahami remaja, yaitu :
1. Model Konstitusi (Constitutional Model)
Model ini memahami remaja dari perkembangan biologis dan fisiologis. Perkembangan fisik dan biologis yang terlalu dini atau terlalu lambat dapat menimbulkan masalah bagi remaja, terutama dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Misalnya anak perempuan terlalu cepat mengalami menstruasi dan mengalami pembesaran buah dada, atau sebaliknya terlambat (sudah lewat masa remaja) belum mengalami masa menstruasi dan buah dadanya masih belum muncul. Hal ini dapat menimbulkan kepanikan, rendah diri, yang akhirnya sulit  berkomunikasi dan tidak dapat menyesuaikan dengan lingkungan. Demikian pula dengan perkembangan biologis dan fisiologis anak laki-laki, misalnya mimpi basah, tumbuh bulu dan lain-lain. Peran orang tua dalam hal ini sangat penting untuk membimbing mempersiapkan berbagai kemungkinan menghadapi perkembangan biologis dan fisiologis.
2. Model Krisis Identitas (Identity Crises Model)
Model ini memahami remaja berdasarkan pemahaman remaja terhadap identitas dan konsep dirinya. Memandang remaja mengalami krisis identitas, belum memiliki kejelasan tentang siapa dirinya, apa potensinya dan apa kekurangannya. Berdasarkan model ini, remaja harus dibantu untuk menjawab pertanyaan siapa saya?, sehingga memperoleh kejelasan tentang konsep diri dan identitas dirinya. Bila tidak, remaja akan mengidentifikasi dan melakukan imitasi identitas orang lain, terutama tokoh idolanya sebagai dirinya. Masalah muncul bila tokoh yang menjadi idolanya adalah tokoh mafia, yang sering digambarkan sebagai pembunuh berdarah dingin. Dalam hal ini peran orang tua dan para profesional yang berkepentingan mempunyai tanggung jawab untuk membantu remaja agar memiliki kejelasan terhadap identitas dan konsep dirinya.
3. Model Kebutuhan (Need Model)
Mengacu pada teori kebutuhan untuk memahami remaja. Menurut teori kebutuhan Maslow (1970), bila kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman terpenuhi, maka pemenuhan kebutuhan-kebutuhan lainnya tidak akan banyak menemukan kesulitan yang berarti. Kedua kebutuhan tersebut sangat berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan remaja yang lainnya. Remaja sering menampilkan perilaku kasar bila perutnya lapar, kurang tidur an perasaannya tidak aman. Dalam hal ini orang tua sangat berperanan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan fisiologis dan rasa aman remaja.
4. Model Belajar Sosial (Social Learning Model)
Memandang bahwa remaja sangat sensitive atas model-model perilaku di lingkungannya. Bandura (1970) mengemukakan sebuah teori bahwa apabila seseorang terekspos pada satu model perilaku, kemudian exposure tersebut terjadi berulang-ulang (repetition), maka akan terjadi retention (penyimpanan dalam long-term memory). Bila ini terjadi, maka seseorang tersebut akan mengikuti model perilaku tersebut. Exposure ini biasanya dialami remaja dari media massa terutama televisi atau dari lingkungan sebayanya. Bila model perilaku yang menempa remaja tersebut ternyata dianggap cocok, maka remaja akan mengikuti model perilaku tersebut.  Selain itu, pada saat berkumpul dengan lingkungan kelompoknya, biasanya mereka berperilaku sama, yang sebenarnya merupakan hasil belajar sosial. Masalah muncul apabila model perilaku yang mengeksposnya adalah model perilaku negatif atau menyimpang. Orang tua dan para profesional yang berkepentingan juga mempunyai tanggung jawab dalam hal mencegah tereksposnya remaja pada model-model perilaku negatif atau menyimpang, atau mempersiapkan remaja agar memiliki ketahanan dalam menghadapi pengaruh model-model perilaku tersebut.
5. Model Stress (Stress Model)
Memandang bahwa setiap orang pasti mengalami stress pada suatu saat. Kemampuan mengatasi stress (Coping Ability) sangat berperanan. Stress yang tidak teratasi akan mengakibatkan kecemasan, baik kecemasan ringan, seperti berkeringat, sampai kecemasan berat seperti psikosomatis. Daya untuk mengatasi atau mengelola stress pada diri remaja perlu dikembangkan. Banyak kasus-kasus kenakalan remaja disebabkan oleh stress dan rendahnya kemampuan untuk mengatasi. Pelatihan-pelatihan untuk mengatasi stress dapat membantu para remaja mengembangkan coping ability.
Pemberdayaan Untuk Memperkuat Keluarga
Pemberdayaan keluarga yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan perkembangan anak dan remaja didasarkan atas asumsi-asumsi untuk memperkuat keluarga. Seorang Pekerja Sosial yang menggunakan model pemberdayaan didalam prakteknya akan mampu membantu keluarga yang mengalami masalah dimana : 1) mereka sama sekali tidak bertanggung jawab terhadap masalahnya akan tetapi akan bertanggung jawab terhadap solusi terhadap masalah tersebut; 2) membantu profesional dalam mencapai keahlian yang dapat digunakan dalam proses pemecahan masalah; 3) resolusi masalah yang menuntut kolaborasi antara keluarga dan “penolong” sebagai suatu kesatuan; 4) relasi mereka dengan beberapa institusi sosial akan mempengaruhi etiologi dan terpeliharanya masalah yang dialami oleh mereka, misalnya relasinya dengan polisi, rumah sakit, sekolah, lembaga probasi; 5) sistem tidak monilitis tetapi terbentuk dari subsistem dan cara-cara yang efektif yang berhubungan dengan sistem ini dapat dipelajari dalam cara yang sama dimana relasi dengan individu-individu dapat dipelajari.
1. Enabling
Asumsi dari strategi ini adalah bahwa keluarga mungkin memiliki sumber-sumber yang tidak selalu dikenali sebagai hal yang bermanfaat didalam pencapaian sistem apa yang keluarga butuhkan. Enabling menunjuk pada tindakan pekerja sosial untuk menyediakan informasi atau kontak yang akan memberikan kemampuan terhadap keluarga untuk memanfaatkan sumber-sumber yang ada pada keluarga lebih efektif. Keluarga mencoba untuk memperoleh pelayanan dukungan khusus untuk anaknya yang mengalami kegagalan di sekolah. Keluarga diberikan kemampuan untuk dapat menghadapi otoritas sekolah dan mendapatkan pelayanan.
2. Linking
Asumsi strategi ini bahwa keluarga dapat memperbesar kekuatannya sendiri melalui berhubungan dengan orang lain yang dapat menyediakan persepsi-persepsi dan atau kesempatan-kesempatan baru. Mungkin keluarga berhubungan dengan orang lain untuk menyediakan kekuatan kolektif yang dapat membuat lebih kuat didalam menghadapi sistem. Linking menunjuk pada tindakan yang dilakukan oleh pekerja sosial untuk menghubungkan keluarga-keluarga kepada keluarga-keluarga lain, kelompok atau jaringan kerja.
3. Catalyzing
Asumsi strategi ini bahwa keluarga memiliki sumber-sumber akan tetapi sumber tambahan dibutuhkan sebelum sumber yang ada pada keluarga digunakan secara penuh. Sebagai contoh, apabila orang tua memiliki keterampilan kerja, maka mereka akan membutuhkan pekerjaan sebelum keterampilan tersebut digunakan. Catalyzing menunjuk pada tindakan pekerja sosial untuk mendapatkan sumber-sumber yang menjadi prasyarat untuk keluarga menggunakan secara penuh sumber-sumbernya yang sudah ada.
4. Priming
Asumsi strategi ini bahwa banyak sistem dimana keluarga yang tadinya memiliki respon negatif, diarahkan kepada pemberian respon yang lebih positif.  Keluarga menjadi berpengalaman didalam berhubungan dengan konflik. Sebagai contoh, seorang ibu diberi kemampuan untuk mendiskusikan reaksi anak laki-lakinya terhadap situasi stress di rumah dengan konselor sekolah dan gurunya.
Kesimpulan
Masalah kenakalan anak dan remaja tidak memandang tempat maupun status sosial ekonomi, ada pada setiap lapisan masyarakat, di kota maupun di desa, pada lingkungan kaya maupun miskin. Keluarga sebagai penyebab tidak langsung terjadinya kenakalan remaja selain masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga, misalnya dari single earner menjadi dual earner mengakibatkan ibu rumah tangga berkurang waktunya untuk memperhatikan anaknya. Perubahan ini juga memberikan kontribusi pada semakin besarnya peluang terjadinya perceraian. Fenomena empty shell juga dapat disebabkan oleh perubahan akibat tidak langsung terjadinya kenakalan remaja, sebab kebutuhan akan rasa aman remaja tidak terpenuhi.
Kenakalan remaja dapat difahami melalui lima model pendekatan, yaitu model konstitusional, yang memahami remaja dari perkembangan fisiologis dan biologis; model krisis identitas untuk memahami kesulitan remaja dalam menemukan jati dirinya; model kebutuhan yang memahami remaja dari kondisi pemenuhan kebutuhan dasar manusia; model belajar sosial untuk memahami bagaimana perilaku remaja sebagai hasil belajar dari lingkungannya; dan model stress untuk memahami bagaimana kemampuan remaja dalam mengatasi stress (coping ability).
Keluarga, bagaimanapun merupakan sumber terjadinya masalah kenakalan remaja, akan tetapi keluarga juga merupakan sumber untuk mencegah dan mengatasi kenakalan remaja. Hal ini sejalan dengan aliran konservatif yang menganggap bahwa keluarga, utamanya yang memiliki orang tua lengkap, merupakan institusi yang sangat penting sebagai tempat anak untuk tumbuh dan berkembang ke arah yang memadai dengan menerapkan nilai dan moralitas yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Demikian pula Parsons (1964) dan Parsons & Bales (1956) mengatakan bahwa modernisasi akan melunturkan dan mengurangi fungsi keluarga. Fungsi sosialisasi anak dan tention.

MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI REMAJA


Masa remaja yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa merupakan masa yang sulit. Sering disebut masa stress and strom karena pada masa ini remaja dihadapkan pada perubahan-perubahan yang membuatnya bingung. Tidak hanya perubahan fisik yang berkembang pesat, tetapi juga perubahan lingkungan yang memaksa remaja untuk menjadi dewasa seperti yang diharapkan lingkungan padahal remaja sendiri tidak tahu harus berbuat seperti apa. Lingkungan mengharapkan remaja bisa bertanggung jawab seperti halnya orang dewasa. Perubahan-perubahan ini membuat remaja yang tidak bisa menemukan identitasnya mengalami kebingungan. Sehingga sebagian besar remaja menghadapi masalah-masalah baik itu dengan orang tua, teman,pacar maupun dengan kehidupan di sekolah.
  1. Remaja dengan orang tua
Perubahan yang dialami remaja secara fisik dan emosional membuat remaja menjadi pribadi yang sensitif. Remaja selalu merasa unik dan berbeda dengan orang lain. Hal ini yang menyebabkan remaja merasa tidak ada seorang pun yang bisa memahami dirinya termasuk orang tua. Ketidaktahuan orang tua akan perubahan pada masa remaja sering menyebabkan konflik diantara remaja dan orang tua. Konflik bisa terjadi karena :
    • Orang tua kadang masih menganggap remaja sebagai anak kecil Sedangkan remaja merasa sudah dewasa dan menginginkan otonomi.
    • Perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas yang dialami remaja itu sendiri.
    • Orang tua yang cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan memberi lebih banyak tekanan kepada remaja agar menaati standar-standar orang tua.
    • Remaja membandingkan orang tuanya dengan suatu standar ideal dan kemudian mengecam kekurangan-kekurangannya.
    • Remaja suka memberontak, melawan, dan menentang orang tua karena menganggap orang tua kolot dan merasa sudah bisa mengambil keputusan sendiri.
  1. Remaja dengan teman sebaya
Pengaruh teman sebaya besar sekali terhadap remaja. Remaja beranggapan hanya teman atau sahabatlah yang paling mengerti dirinya. Remaja berusaha mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok agar bisa diterima dalam kelompok tersebut. Remaja mengikuti aturan-aturan dalam kelompok. Konformitas dan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif dan negatif. Namun, umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas negatif, seperti menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak dan mengolok-olok. Diantara teman pun bisa terjadi konflik antara lain karena :
  • Remaja yang tidak bisa mengikuti aturan kelompok membuatnya dijauhi.
  • Terjadi perbedaan pendapat karena adanya keegoisan masing-masing individu.
  • Pengaruh kelompok yang negatif seperti kelompok yang suka mabuk-mabukan atau membuat kekacauan.
  • Penolakan dari kelompok dan kurangnya dukungan sosial.
  • Remaja yang merasa tidak sama dengan kelompoknya akan menjadi pendiam dan menarik diri, merasa buruk dan tidak berharga.
Konflik-konflik dengan teman sebaya membuat remaja menarik diri dari lingkungan dan merasa kalau dirinya tidak berharga dan tidak diharapkan lingkungan sosialnya. Hal ini bisa mengakibatkan remaja menjadi antisosial atau melarikan diri pada hal-hal negatif seperti obat-obat terlarang maupun kenakalan remaja.
  1. Remaja dengan pacar
Masa remaja merupakan masa meningkatnya ketertarikan terhadap lawan jenis. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya hormon dalam diri remaja. Pada masa ini remaja sudah mulai menjalin hubungan dengan lawan jenis yang sering disebut pacaran atau berkencan. Bagi sebagian remaja bisa memiliki pacar merupakan prestasi tersendiri karena remaja merasa bisa diterima dan disukai orang lain. Dengan demikian remaja mengembangkan body image yang positif sehingga meningkaykan harga dirinya. Berbeda dengan remaja yang tidak memiliki pacar, mereka merasa ditolak dan tidak diinginkan. Mereka merasa buruk dan menurunkan body image-nya. Perasaan ditolak ini bisa membawa remaja lari ke hal-hal negatif. Remaja yang sudah berpacaran juga mengalami konflik-konflik antara lain :
  • Perbedaan pendapat diantara keduanya.
  • Pacar yang selingkuh.
  • Tidak percaya, curiga, cemburu.
  • Pacar yang memiliki kebiasaan buruk bisa membawa pasangannya menjadi seperti dirinya.
  • Pacaran yang tingkatnya sudah berlebihan dapat mengarah pada seks bebas dan kehamilan remaja karena pada masa remaja minat seks juga meningkat.
  • Putus dengan pacar bisa menyebabkan sedih yang berkepanjangan, depresi bahkan bisa menyebabkan bunuh diri.
  • Perasaan ditolak dan tidak diinginkan karena diputus pacar bisa membuat remaja menarik diri atau lari pada hal-hal negatif.
  1. Remaja di sekolah
Tuntutan-tuntutan orang tua agar anaknya bisa berprestasi di sekolah bisa menyebabkan remaja tertekan apabila remaja yang bersangkutan tidak mampu memenuhi harapan-harapan orang tua. Remaja yang prestasinya buruk cenderung menarik diri atau melakukan tindakan yang mengacau. Prestasi buruk membuat remaja merasa kecil dan tidak diterima di lingkungan sekolah. Disamping bisa membuat prestasinya semakin hancur, remaja juga bisa lari ke hal-hal negatif. Remaja yang bisa berprestasi akan merasa dihargai dan memiliki self-concept yang baik. Merasa diterima karena mempunyai kemampuan dan pasti akan banyak teman. Bisa diterima lingkungan sosialnya akan membuat remaja menemukan identitasnya.
  1. kenakalan remaja, obat-obat terlarang, kehamilan pada remaja dan gangguan-gangguan makan
masa remaja yang merupakan masa pencarian identitas memang masa yang sangat rawan. Perubahan fisik dan emosional membuat remaja sangat peka. Dukungan dari orang tua dan teman-teman sebaya sangat penting bagi remaja menemukan identitasnya. Dengan merasa diterima baik oleh keluarga maupun lingkungan sosialnya membuat remaja mengembangkan self-concept yang positif. Selanjutnya remaja akan berkembang menjadi remaja yang baik dan bisa bertahan serta menyesuaikan diri dengan harapan-harapan sosial.
Remaja yang mengalami penolakan keluarga dan lingkungan sosialnya akan mengalami kebingungan dalam pencarian identitasnya. Remaja akan merasa sendirian menghadapi segala perubahan dan tekanan-tekanan hidup yang bagi remaja sangat berat. Orang tua yang tidak memahami keadaan remaja membuat remaja seolah tidak dimengerti. Penolakan keluarga membuat remaja merasa kecil dan takut menghadapi lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi hubungan remaja dengan teman sebayanya. Ditolak oleh kelompok merupakan pukulan yang sangat berat bagi remaja karena remaja merasa hanya sahabatlah yang paling mengerti. Hubungan dengan lawan jenis yang tidak baik atau diputus pacar dan prestasi sekolah yang buruk membuat remaja merasa tidak berharga. Semua masalah di atas memang berkaitan satu sama lain dan bisa membawa remaja yang putus asa lari ke obat-obat terlarang, kenakalan remaja, dll.
  • Obat-obat terlarang
Remaja yang mengalami penolakan sosial bisa lari pada obat-obat terlarang. Seperti alkohol dan kokain. Alkohol adalah obat-obatan yang paling banyak digunakan oleh remaja di masyarakat kita. Bagi mereka, alkohol memberi saat-saat yang nikmat, juga saat-saat sedih. Selain itu ada kokain yang efeknya memberi perasaan senang yang tinggi yang kemudian hilang, disusul dengan perasaan-perasaan depresi, lesu, susah tidur dan cepat marah. Remaja khususnya menggunakan obat-obatan sebagai suatu cara untuk mengatasi stres. Orang tua, teman sebaya, dan dukungan sosial memainkan perananpenting dalam mencegah penyalahgunaan obat-obatan di kalangan remaja.
  • Kenakalan remaja
Kenakalan remaja mengacu kepada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (melarikan diri dari rumah) hingga tindakan-tindakan kriminal. Beberapa prediktor kenakalan meliputi identitas yang negatif, pengendalian diri yang rendah, harapan-harapan pendidikan yang tidak sesuai dengan kemampuan remaja, pengaruh teman sebaya, status sosio-ekonomi yang rendah dan kurangnya dukungan orang tua.
  • Kehamilan pada remaja
Pacaran yang terlalu jauh bisa berakibat kehamilan pada remaja yang sangat rentan. Angka kehamilan yang tinggi juga dibarengi dengan angka aborsi yang tinggi juga. Kemungkinan hubungan seks dilakukan suka sama suka atau takut diputus oleh pasangan sehingga rela melakukan apa saja demi pasangan. Seperti telah dijelaskan remaja takut ditolak oleh pasangan karena merasa tidak berharga sehingga remaja rela melakukan semuanya asalkan hubungannya tidak berakhir.
  • Gangguan-gangguan makan
Penolakan dari lingkungan sosialnya membuat remaja merasa buruk, harga diri rendah dan body image negatif sehingga remaja berusaha dengan keras untuk menjadi seseorang yang diinginkan yaitu berusaha menjadi seperti orang yang diidolakan atau icon. Remaja khususnya perempuan berusaha menjadi kurus karena tubuh seperti itulah yang dianggap sempurna sehingga mereka berlomba-lomba untuk menjadi kurus. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan-gangguan makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia yang justru merusak tubuh

Senin, 29 Juli 2013

Resep Cara membuat Nasi Goreng Spesial

Berikut ini cara membuat resep nasi goreng spesial. Search engine terbesar seperti google pun memiliki kata pencarian tinggi terhadap resep nasi goreng spesial. Maka dari itu resep masakan lengkap dan komplit tak ketinggalan memberikan info bagaimana membuat nasi goreng spesial.

Nasi goreng spesial sangat digemari di Indonesia, selain itu  itu bisa dijadikan lahan bisnis dengan berjualan nasi goreng spesial. Mungkin bagi bunda akan membuat nasi goreng spesial di rumah, tepat sekali karena kami menyediakan resep membuat nasi goreng spesial. Berikut ini langkah langkah membuatnya, semoga artikel ini bermanfaat bagi bunda di rumah.
Bahan resep nasi goreng spesial :
  • 4 piring Nasi putih
  • 100 gr dada ayam, potong, dan goreng hingga matang
  • 200 gr udang buang kepala dan kulitnya, goreng
  • 2 sendok makan kecap manis
  • 2 sendok makan saus tomat
  • 2 buah cabai merah, buang isinya, iris serong
  • mentega untuk menggoreng
Bahan bumbu halus :
  • 3 siung bawang putih
  • 5 siung bawang merah
  • 1/2 dendok teh gula pasir
  • 1 sendok teh garam
  • 1/2 sendok teh, terasi 
Bahan Pelengkap : 
  • Bawang goreng, secukupnya
  • 4 butir telur ceplok
Cara membuat Nasi goreng : 
  1. Panaskan mentega, lalu masukkan bumbu halus dan cabai merah, masak hingga harum
  2. Masukka nasi, ayam, udang dan aduk lagi hingga tercampur rata
  3. Tambahkan saus tomat, dan kecap manis, lalu aduk hingga benar benar rata dan tercampur sempurna
  4. Sajikan selagi hangat dengan bahan pelengkanya.


Di postingan nasigoreng spesial saya juga akan memberikan nasi goreng jawa yang tak kalah enak dengan nasi goreng spesial. Mari kita coba juga membuatnya dirumah untuk hidangan keluarga tercinta dirumah. Ciri khas dari nasi goreng jawa ini terdapat telur ceplok dan mentimun sebagai pelengkapnya.



Bahan :
  • 500 gram nasi
  • 100 gram udang basah , potong kulitnya dan bersihkan
  • 200 gram daging sapi rebus, potong panjang tipis
  • 2 sendok makan kecap manis
  • 2 sengok makan minyak goreng
Bumbu yang dihaluskan :
  • 4 buah cabai merah buang bijinya
  • 1 sendok teh terasi
  • 1 sendok teh garam
  • 6 buah bawang merah
  • 3 siung bawang putih
  • 1 sendok teh ketumbar
  • 1/2 sendok gula pasir
Bahan Pelengkap :
  • 2 buah mentipun, kupas bersihkan dan potong potong
  • 2 butir telur ayam, ceplok
  • Kerupuk udang
  • Bawang goreng secukupnya
Cara Membuat Nasi goreng Jawa :
  1. Tumis bumbu yang telah dihaluskan. Tambahkan 3 sendok makan air dan kecap manis dan aduk rata.
  2. Masukkan daging dan udang kemudian aduk sebentar.Setelah itu masukkan nasi aduk hingga bumbu merata di atas api yang kecil. Setelah tercampur rata kemudian angkat.
  3. Sajikan dengan pelengkap nasi goreng jawa seperti kerupuk udang, telor ceplok, mentimun yang telah diiris, dan bawang goreng diatas nasi goreng jawa.
Selamat mencoba resep nasi goreng spesial dan istimewa ini.

obat tradisional

Tips Kesehatan: Diet Rendah Garam

Tujuan diet rendah garam adalah untuk membantu menghilangkan penimbunan garam dan air, juga membantu menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi yang sensitif terhadap garam. Artikel berikut akan memaparkan makanan apa saja yang diperbolehkan, hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan, jenis makanan yang harus di hindari; juga tips-tips lain agar diet rendah garam ini sukses dijalankan:
Read More......

Tuesday, February 19, 2013

Khasiat Cengkeh Untuk Kesehatan



Khasiat CengkehCengkeh atau cengkih (Syzygium aromaticum) adalah tanaman asli Indonesia dan memiliki beragam manfaat, tidak hanya sebagai penyedap rasa makanan; juga terkenal untuk mengobati berbagai macam penyakit. Di negara Eropa, cengkeh banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas, sedangkan di Indonesia selain terkenal dapat mengobati beragam penyakit, cengkeh juga dipakai sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. 

Berikut akan dijelaskan beberapa manfaat cengkeh untuk kesehatan, antara lain:

Read More......

Sunday, February 3, 2013

Khasiat Daun Binahong


Manfaat dan Khasiat Daun Binahong Bagi KesehatanTanaman Binahong atau Gondola adalah termasuk tanaman merambat. Hampir semua bagian dari tumbuhan binahong ini bermanfaat bagi manusia, baik daun, batang maupun umbinya bisa dipakai untuk terapi herbal. Saat ini bibitnya mudah dibeli di objek wisata Kopeng. Tumbuhan ini akan berkembang sangat baik pada lingkungan yang dingin dan lembab.
Bagi masyarakat Indonesia, tumbuhan ini sudah terkenal memiliki banyak khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, antara lain: luka sehabis operasi, typus, maag, obat radang usus serta ambeien. Serta dapat pula mengatasi pembengkakan dan pembekuan darah, mengembalikan kondisi tubuh yang lemah setelah sakit, rematik, luka memar pukul, sakit asam urat dan mencegah stroke.



Read More......

Monday, July 16, 2012

Tips Mengecilkan Perut Secara Alami

Apakah anda memiliki perut yang buncit? Perlu anda ketahui perut buncit sangat berpotensi menyimpan berbagai jenis penyakit , seperti darah tinggi/kolesterol, diabetes dll. Dalam artikel ini akan saya utarakan beberapa tips untuk mengecilkan perut secara alami.
Tetapi sebelum melangkah ke cara mengecilkan perut secara alami, ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu penyebab perut buncit. Beberapa hal yang menyebabkan perut anda buncit adalah:

Read More......

Tuesday, May 22, 2012

Cara Mudah dan Murah mengatasi Jerawat dengan obat tradisional

Pernah terfikir oleh anda,bagaimana kalau wajah anda tumbuh jerawat? atau bahkan dipenuhi dengan jerawat.Pasti anda langsung tidak percaya diri  dan mencari berbagai cara untuk menghilangkannya.Jerawat sebenarnya bukan masalah yang sangat besar dalam hidup anda,tapi bagi sebagian orang yang perduli dengan penampilan mereka justru akan menjadi masalah besar dalam hidupnya.Masalah jerawat umumnya banyak dihadapi oleh remaja.Tapi,orang dewasapun yang memiliki kulit berminyak atau yang memiliki kondisi kulit berpori-pori besar bisa terserang jerawat ini dikarenakan kulit yang berpori-pori besar yang berminyak akan menyebabkan kelenjar minyak tidak dapat keluar dengan sempurna.  

Read More......

Tuesday, April 24, 2012

Obat Sariawan Alami / Obat Sariawan Tradisional

Sariawan (atau di sebut juga stomatitis) adalah radang yang menyerang bagian mulut, bisa di rongga mulut, bibir bagian dalam, lidah, gusi dan langit-langit mulut. Sariawan tidak termasuk penyakit berbahaya, akan tetapi sangat mengganggu. Karena selain perih, juga bisa terasa sangat sakit.

Di bawah ini akan kita sampaikan berbagai faktor penyebab sariawan berikut obat alami / obat herbal dan non herbal untuk mengobatinya.

Read More......

Tuesday, April 10, 2012

Menyembuhkan Ambeien atau Hemorrhoid

Penyakit Hemorrhoid atau ambeien adalah suatu keadaan dimana terjadi pembengkakan pada lubang anus yang mengandung arteri kecil, vena, dan jaringan areola yang melebar. Dengan kata lain terjadi pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah pada anus. Penyakit ini ternyata banyak diderita oleh warga masyarakat kita. Penyakit ambeien ini sangat menyiksa penderitanya, selain tak nyaman, juga mengakibatkan rasa percaya diri menjadi berkurang. Berikut cara menyembuhkan penyakit ini dengan menggunakan obat tradisional: