Harie Kelana Blog
Senin, 30 Juni 2014
faktor yang mempengaruhi perkecambahan
Latar belakang teori
Salah
satu ciri organisme adalah tumbuh dan berkembang. Kedua aktifitas
kehidupan ini tidak dapat dipisahkan karena prosesnya berjalan
bersamaan. Pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan ukuran atau volume
serta jumlah sel secara irreversibel. Irreversibel maksudnya tidak dapat
kembali pada keadaan awal. Sedangkan perkembangan adalah proses menuju
kedewasaan. Pertiumbuhan pada tanaman terbagi dalam beberapa
tahapan,yaitu perkecambahan yang diikuti dengan pertumbuhan primer dan
pertumbuhan sekunder. Perkecambahan merupakan proses munculnya tanaman
kecil dari dalam biji. Untuk itu perlu diketahui bagaimana proses
perkecambahan itu terjadi beserta kondisi-kondisi pada kecambah yang
diberikan oleh faktor-faktor penyebab perkecambahan.
Tujuan percobaan
Percobaan
ini diadakan untuk mempelajari pengaruh cahaya sebagai faktor pendukung
terjadinya perkecambahan terhadap perkembangan kecambah kacang hijau
Phaseolus radiatus dalam gelap terang serta menentukan titik tumbuh
primer dan sekunder pada batang.
Manfaat percobaan
Manfaat
dari penelitian ini antara lain dapat mengetahui efek yang ditimbulkan
sinar matahari terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, serta
mengetahui kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya perkecambahan
biji kacang hijau.
BAB II KAJIAN TEORI
2.1. Landasan Teori/ Tinjauan Teoritis
2.1.1. Tahapan Pertumbuhan
Pertumbuhan
pada tanaman terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu perkecambahan yang
diikuti dengan pewrtumbhan primer dan sekunder.
1. Perkecambahan
Awal
perkecambahan dimulai dengan berakhirnya masa dormansi. Masa dormansi
adalah berhentinya pertumbuhan pada tumbuhan dikarenakan kondisi
lingkungan yang tidak sesuai.Perkecambahan
sering dianggap sebagai permulaan kehidupan tumbuhan. Perkecambahan
terjadi karena pertumbuhan radikula (calon batang). Radikula tumbuh ke bawah menjadi akar sedangkan plumula tumbuh ke atas menjadi batang.
Perkecambahan
ditandai dengan munculnya kecambah, yaitu tumbuhan kecil dan masih
hidup dari persediaan makanan yang berada dalam biji. Ada
empat bagian penting pada biji yangt berkecambah, yaitu batang lembaga
(kaulikulus), akar embrionik (akar lembaga), kotiledon (daun lembaga),
dan pucuk lembaga (plumula). Kotiledon merupakan cadangan makanan pada
kecambah karena pada saat perkecambahan, tumbuhan belum bisa melakukan
fotosintesis. Air merupakan kebutuhan mutlak bagi perkecambahan. Tahap
pertama perkecambahan adalah penyerapan air dengan cepat secara
imbibisi. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan
memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada
embrio sehingga biji melanjutkan pertumbuhan. Enzim-enzim akan mulai
mencerna bahan-bahan yang disimpan disimpan pada kotiledon, dan
nutrient-nutriennya dipindahkan kebagian embrio yang sedang tumbuh.
Enzim yang berperan dalam pencernaan cadangan makanan adalah enzim
amylase, beta-amilase dan protease. Hormon giberelin berperan penting
untuk aktivasi dan mensintesis enzim-enzim tersebut.
Perkecambahan
biji ada dua macam yaitu epigeal dan hypogeal. Perkecambahan epigeal
adalah perkecambahan yang mengakibatkan kotiledon terangkat ke atas
tanah. Hal ini disebabkan oleh hipokotil yang tumbuh memanjang.
Akibatnya, plumula dan kotiledon terdorong ke permukaan tanah, misalnya
pada perkecambahan kacang hijau (Phaseolus radiatus) dan kacang tanah (Arachis hypogaea).
Sedangkan perkecambahan hipogeal adalah perkecambahan yang
mengakibatkan kotiledon tetap tertanam di dalam tanah. Hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan memanjang dari epikotil yang menyebabkan
plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah, sedangkan
kotiledon tetap di dalam tanah, misalnya pada perkecambahan kacang kapri
(Pisum sativum), jagung (Zea mays), dan padi (Oryza sativa).
Pertumbuhan pada tanaman dibedakan menjadi pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder.
2. Pertumbuhan Primer
Pertumbuhan primer adalah pertumbuhan yang disebabkan oleh kegiatan titik
tumbuh primer. Pertumbuhan primer pada tumbuhan hanya terjadi pada
bagian tertentu saja yaitu pada bagian yang aktif membelah dan tumbuh.
Bagian tersebut disebut jaringan meristem. Pada jaringan meristem
terdapat bagian titik tumbuh akar dan titik tumbuh batang yang telah
mulai terbentuk sejak tumbuhan masih berupa embrio.
Pertumbuhan
primer adalah pertumbuhan memanjang akibat aktivitas mereistem apical
(jaringan yang ada diujung akar dan dan ujung batang). Titik tumbuh
batang terdapat pada tumbuhan yang memiliki kuncup atau tunas. Pertumbuhan primer menyebabkan batang dan akar bertambah panjang.
Pertumbuhan primer pada ujung akar dan ujung batang
dapat dibedakan menjadi 3 daerah yaitu:
dapat dibedakan menjadi 3 daerah yaitu:
a. Daerah pembelahan sel, terdapat di bagian ujung akar.
Sel-sel di daerah ini aktif membelah (bersifat meristematik)
Sel-sel di daerah ini aktif membelah (bersifat meristematik)
b. Daerah perpanjangan sel, terletak di belakang daerah pembelahan.
Sel-sel di daerah inimemiliki kemampuan untuk membesar dan memanjang.
Sel-sel di daerah inimemiliki kemampuan untuk membesar dan memanjang.
c. Daerah diferensiasi sel, merupakan daerah yang sel-selnya
berdiferensiasi menjadi sel-sel yang mempunyai fungsi dan
struktur khusus.
berdiferensiasi menjadi sel-sel yang mempunyai fungsi dan
struktur khusus.
3. Pertumbuhan Sekunder.
Pertumbuhan
sekunder adalah pertumbuhan yang disebabkan oleh kegiatan cambium yang
bersifat meristematik. Pertumbuhan sekunder menyebabkan diameter batang
bertambah besar. Pertumbuhan sekunder hanya terjadi pada dikotil dan
gymnospermae. Aktivitas pembelahan cambium mengarah kea rah luar dan
dalam. Aktivitas cambium ke dua arah mengakibatkan bertambah tebal dan
besar diameter batang.
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan pada tumbuhan
Pertumbuhan
pada tumbuhan, baik tumbuhan tingkat rendah maupun tingkat tinggi,
secara umum dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam.
1. Faktor eksternal/lingkungan
Faktor
ini merupakan faktor luar yang erat sekali hubungannya dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor eksternal yang
mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan adalah sebagai berikut:
•Air dan mineral
•Kelembaban.
•Suhu
•Cahaya matahari
•nutrisi
2. Faktor internal
Faktor
internal merupakan faktor yang melibatkan hormon dan gen yang akan
mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Di bawah ini merupakan
macam-macam hormon pada tumbuhan.
1). Auksin
2). Giberelin
3).Sitokinin
4). Gas Etilen
5).AsamAbsisat
6).Kalin :
6).Kalin :
a.Rhizokalin: merangsang pembentukan akar
b.Kaulokalin: merangsang pembentukan batang
c.Anthokalin: merangsang pembentukan bunga
d.Filokalin: merangsang pembentukan daun
2.1.3. Pengaruh Cahaya pada pertumbuhan Tumbuhan:
Cahaya matahari bermanfaat bagi tumbuhan terutama sebagai energi yang nantinya digunakan untuk proses fotosintesis. Cahaya juga berperan dalam proses pembentukan klorofil. Akan tetapi cahaya dapat bersifat sebagai penghambat (inhibitor)
pada proses pertumbuhan, hal ini terjadi karena cahaya dapat memacu
difusi auksin ke bagian yang tidak terkena cahaya. Sehingga, proses
perkecambahan yang diletakan di tempat yang gelap akan menyebabkan
terjadinya etiolasi. Intensitas pencahayaan atau penyinaran yang berbeda
akan menghasilkan macam pertumbuhan tumbuhan yang berbeda. Respons
tumbuhan terhadap panjang penyinaran yang berariasi disebut
fotoperiodisme. Respons itu meliputi dormansi (masa tidur yang bertujuan
mengatasi masa/musim yang tidak menguntungkan untuk tumbuh),
pembungaan, perkecambahan, dan perkembangan batang serta akar.
2.2. Hipotesis
Perkecambahan pada biji kacang hijau yang diletakkan di tempat gelap akan
mengalami kelajuan pertumbuhan yang tinggi dibandingkan perkecambahan
kacang hijau yang diletakkan di tempat terang. Hal ini disebabkan adanya
pengaruh hormon auksin yang dipengaruhi oleh cahaya matahari.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
metode penelitian dilakukan dengan cara eksperimen antara lain
3.1.1. Alat dan bahan
Alat:
- 2 Wadah tanam
Bahan:
- Kacang hijau (Phaseolus radiatus)
- tanah
3.1.2. Langkah kerja
- merendam kacang hijau selama beberapa menit di dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk memecahkan dormansi biji yang akan ditanamkan.
- memilih kacang yang mengapung di air yang menandakan kualitasnya baik dan cocok.
- memasukkan masing-masing 10 kacang hijau pada wadah tanam.
- menempatkan masing-masing wadah pada tempat yang terang dan gelap.
- menyirami setiap hari.
- melakukan pengamatan selama 3 hari.
3.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah anggota kelompok peneliti secara terpisah.
3.3 Waktu Penelitian
Penelitian
berlangsung selama 4 hari. Dengan jeda pengukuran setiap hari untuk
perkecambahan di tempat gelap dan jeda ...... hari untuk perkecambahan
di tempat terang.
3.4. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah kacang hijau (Phaseolus radiatus).
BAB IV HASIL PEMBAHASAN
4.1 Hasil percobaan
4.1.1 tabel hasil percobaan
Tabel 1 : Hasil percobaan pertumbuhan kacang hijau di tempat terang
Tabel 2 : Hasil percobaan pertumbuhan kacang hijau di tempat gelap
Percobaan
dilakukan dengan menggunakan 3 sampel, yaitu tiga perkecambahan. Di
bawah ini merupakan data setiap kecambah yang diamati.
Kecambah I
Panjang total : 26 cm
Panjang di atas daun lembaga : 8 cm
Kecambah II
Panjang total : 27 cm
Panjang di atas daun lembaga : 9.5 cm
Kecambah III
Panjang total : 20.5 cm
Panjang di atas daun lembaga : 4.5 cm
Di
setiap kecambah, bagian yang akan diteliti adalah bagian titik tumbuh
yang berada di atas daun lembaga yang kemudian dibagi menjadi 4 daerah,
yaitu daerah A mulai dari ujung kecambah, B, C dan D dengan panjang
masing-masing sekitar 2 cm.
Tabel pengamatan 2.
Kecambah I
Daerah/hari
|
1
|
2
|
3
|
Pertumbuhan rata-rata
|
A
|
XXX
|
XXXX
|
XXX
|
4 cm
|
B
|
X
|
X
|
-
|
1 cm
|
C
|
X
|
X
|
-
|
0.6 cm
|
D
|
X
|
-
|
-
|
0.3 cm
|
Kecambah II
Daerah/hari
|
1
|
2
|
3
|
Pertumbuhan rata-rata
|
A
|
XXX
|
XXX
|
XXX
|
4 cm
|
B
|
-
|
X
|
-
|
0.3 cm
|
C
|
-
|
X
|
-
|
0.3 cm
|
D
|
-
|
X
|
-
|
0.3 cm
|
Kecambah III
Daerah/hari
|
1
|
2
|
3
|
Pertumbuhan rata-rata
|
A
|
XXX
|
XXX
|
XXX
|
4 cm
|
B
|
-
|
X
|
-
|
0.3 cm
|
C
|
-
|
-
|
-
|
-
|
D
|
-
|
X
|
-
|
0.3 cm
|
Keterangan: tanda X menunjukkan kuantitas pertumbuhan.
4.2 Pembahasan
Pertumbuhan
pada sisi tumbuhan yang disinari oleh matahari akan terjadi secara
lambat karena adanya hormon auksin dihambat oleh matahari, tetapi sisi
tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya menjadi
sangat cepat karena kerja auksin yang tidak dihambat. Sehingga
hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti
arah sinar matahari atau yang disebut fototropisme. Untuk tanaman yang
diletakkan di tempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat
selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan warnanya cenderung pucat kekuningan. Hal
ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh matahari.
Sedangkan untuk tanaman yang diletakkan di tempat yang terang tingkat
pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang
diletakkan di tempat gelap, tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan
juga warnanya segar kehijauan, hal ini karena kerja hormon auksin
dihambat oleh sinar matahari.
Berdasarkan
tabel pengamatan 1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan primer
berlangsung diujung batang. Pada bagian ini sel membelah secara cepat.
Letak titik tumbuh primer ini dibuktikan dengan kuantitas pertumbuhan yang terjadi pada masing-masing daerah A yang besar.
Perbandingan
laju perkecambahan pada tabel 1 dan 2 menyatakan proses pertumbuhan
yang dialami oleh kecambah yang diletakkan di tempat terang berlangsung
lambat. Hal ini dipengaruhi beberapa factor yaitu
faktor dari dalam dan faktor dari luar. Perkecambahan banyak
dipengaruhi oleh faktor cahaya dan hormon, walaupun faktor yang lain
ikut mempengaruhi.
Pada perkecambahan di tempat terang hormon auksin yang terhambat menyebabkan pertumbuhan rata-rata dalam tiga hari pada
titik primernya yaitu ..... cm, sedangkan pada titik tumbuh primer
kecambah yang diletakkan ditempat gelap sebesar 4 cm. Dalam hal ini,
kecambah yang tumbuh di tempat gelap mengalami etiolasi. Dalam keadaan
tidak ada cahaya, auksin merangsang perpanjangan sel-sel sehingga
kecambah di tempat gelap tumbuh lebih panjang namun dengan kondisi pucat
kekuningan karena kekurangan klorofil , kurus, dan daunnya tidak
berkembang, sedangkan pada kecambah yang tumbuh di tempat terang
mengalami hal sebaliknya. Dalam keadaan banyak cahaya, auksin mengalami
kerusakan sehingga pertumbuhan kecambah terhambat. Laju tumbuh memanjang
pada
kecambah tersebut dengan segera berkurang sehingga batang lebih pendek,
namun tumbuh lebih kokoh, daun berkembang sempurna, dan berwarna hijau.
BAB V PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Perkecambahan
banyak dipengaruhi oleh faktor cahaya dan hormon, walaupun faktor yang
lain ikut mempengaruhi.
Ditinjau
dari faktor cahaya, dibuktikan bahwa kacang kedelai yang ditempatkan di
daerah berintensitas cahaya kurang atau gelap akan memiliki laju
pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan kacang kedelai yang
diletakkan di tempat berintensitas cahaya banyak atau terang. Dengan
itu, hormone auksin yang dipengaruhi sedikit atau tanpa cahaya matahari
akan merangsang perpanjangan sel-sel pada titik tumbuh primer. Namun,
kondisi tumbuhan yang baik akan dialami oleh kacang kedelai dengan
pengaruh cahaya lebih banyak yaitu tumbuh lebih kokoh, daun berkembang
sempurna, dan berwarna hijau namun batang lebih pendek,.
B. SARAN
1. Sebelum
penanaman , terlebih dahulu dilakukan perendaman untuk memecah dormansi
biji itu sendiri. Jadi, sebaiknya perendaman lebih dimaksimalkan agar
berhasil memecahkan dormansi biji yang akan ditanam. Sehingga kesalahan
pengamatan lebih dapat diminimalisir.
2. Memilih biji kacang yang masih segar sehingga dapat memaksimalkan penelitian.
Kondisi pencahayaan lebih dimaksimalkan baik penempatan di tempat terang maupun gelap.
kenakalan remaja
Kenakalan
remaja merupakan salah satu dari sekian banyak masalah sosial yang
semakin merebak pada waktu sekarang ini. Masalah sosial sering dikaitkan
dengan masalah perilaku menyimpang dan bahkan pelanggaran hukum atau
tindak kejahatan. Upaya rehabilitasi dianggap lebih tepat untuk
mengatasi masalah kenakalan remaja. Hal ini karena remaja adalah
generasi penerus yang masih memungkinkan potensi sumberdaya manusianya
berkembang, sehingga pada saatnya akan menggantikan generasi sebelumnya
menjadi pemimpin-pemimpin bangsa.
Pada
saat ini semakin berkembang bentuk penyimpangan perilaku yang dilakukan
remaja. Kenakalan remaja tidak hanya berbentuk bolos sekolah, mencuri
kecil-kecilan, tidak patuh pada orang tua, tetapi mengarah pada tindakan
kriminal, seperti perkelahian masal antar pelajar (tawuran) yang
menyebabkan kematian, perkosaan, pembunuhan dan lain-lain. Di Amerika
Serikat hampir lebih dari 40 % orang-orang yang melakukan kejahatan
serius adalah anak-anak remaja nakal. Ditemukan setiap harinya 2500 anak
lahir di luar pernikahan, 700 anak lahir dengan berat badan rendah,
135.000 anak membawa senjata tajam ke sekolah, 7.700 anak umur belasan
melakukan kegiatan seksual aktif, 600 anak umur belasan mengidap syphilis atau gonorhoe,
dan 6 anak umur belasan memutuskan untuk bunuh diri (Horn, 1991). Di
Indonesia tercatat pada Direktorat Bimbingan Masyarakat POLRI, bahwa
pada tahun 1994 menangkap 1.261 pelaku perkelahian antar pelajar dan
pada tahun 1998 data ini telah meningkat menjadi 18.946 pelaku yang
ditangkap (Justika, 1999).
Kenakalan Remaja
Menurut C. Zastrow (1982), Juvenile Deliquency
atau kenakalan remaja adalah label perilaku-perilaku, seperti
menjauh/menghindar dari sekolah, dari kebosanan, dari orang tua yang
menterlantarkan, dari kesulitan diri, dari rumah yang bermasalah, dari
situasi rumah yang membosankan, dari rumah yang tidak bahagia, dari
kehidupan yang sulit, dan dari kesulitan yang satu ke kesulitan yang
lain. Perilaku mereka berkisar dari perilaku agresi pasif (bolos
sekolah) ke perilaku kenakalan atau kejahatan, perilaku yang tidak dapat
dikendalikan (menentang aturan-aturan disiplin keluarga, minggat,
mencuri kecil-kecilan di toko) ke perilaku agresi aktif dan kejahatan (vandalisme
/ merusak tanpa alas an, membakar rumah dengan sengaja, dan penyerangan
secara fisik). Mereka berumur di bawah 17 tahun dan berasal dari semua
tingkatan ekonomi (orang kaya, berpenghasilan menengah, pegawai tapi
miskin, dan miskin akut), dan single parent maupun keluarga utuh, laki-laki maupun perempuan, dan tidak mengenal ras.
Menurut Parillo, Stimpson dan Stimpson (1985), yang tergolong remaja nakal adalah mereka yang ditangkap, seperti :
-
Anak laki-laki yang ditangkap lebih daripada anak perempuan
-
Angka penangkapan untuk kenakalan yang paling tinggi di kota-kota paling besar , yang paling tinggi berikutnya di daerah-daerah subur, dan yang paling rendah adalah di wilayah-wilayah pedesaan. Pola ini sama dalam semua bentuk kejahatan.
-
Angka penangkapan yang paling tinggi adalah kalangan anak-anak yang berasal dari keluarga pecah (single parent) dan keluarga yang sangat besar.
-
Mereka yang ditangkap biasanya berakibat buruk di sekolah, menyebabkan putus sekolah atau prestasinya rendah di bawah rata-rata.
-
Mereka yang ditangkap biasanya tinggal di wilayah-wilayah yang bercirikan adanya deprivasi sosial dan ekonomi (tempat tinggal lebih penting daripada status keluarga dilihat dari resiko ditangkap).
Penyebab Kenakalan Remaja
Manusia,
termasuk anak dan remaja adalah mahluk sosial yang senantiasa melakukan
interaksi yang terbuka dengan berbagai faktor yang sulit dideteksi
secara jelas, dan memungkinkan lebih bersifat individual. Profesi
pekerjaan sosial merupakan profesi yang bertanggung jawab atas masalah
sosial kenakalan remaja, menunjuk ketidakmampuan orang tua sebagai penyebab kenakalan remaja, yang dalam hal ini berarti keluarga. Orang
tua seharusnya memiliki kompetensi untuk mengendalikan anak-anak
mereka, terutama yang sedang memasuki masa remaja. Sosiolog memandang
disorganisasi sosial sebagai penyebab terjadinya kenakalan semaja,
sedangkan psikolog mengacu pada pandangan Freud, bahwa kenakalan remaja disebabkan oleh terjadinya inner conflict, kelabilan emosional dan emosi alam bawah sadar lainnya.
Keluarga sering dianggap sebagai sumber tunggal dari banyak masalah sosial. Teoritisi Fungsionalis
beranggapan bahwa ketidakmampuan kelompok tertentu, terutama
orang-orang miskin dan para imigran, mengakibatkan anak-anak mereka
mencari hubungan-hubungan alternatif seperti gang, kelompok kriminal,
dan kelompok sebaya yang menyimpang lainnya. Teoritisi Interaksionist
mempelajari pola-pola interaksi keluarga sebagai petunjuk mengapa
beberapa anggota keluarga berubah menyimpang, misalnya :
keluarga-keluarga yang dikepalai oleh perempuan dan keluarga yang
pasangannya tidak menikah, tetapi menganut norma-norma keluarga
konvensional, sering mendapat stigma dan sumber masalah sosial. Bagi Teoritisi Konflik,
keluarga adalah sumber masalah sosial ketika nilai-nilai yang diajarkan
bertentangan dengan masyarakat yang lebih besar. Para sosiolog
mengabaikan perspektif teoritis tentang keluarga tersebut dan cenderung
memfokuskan pada apa yang dapat dilakukan oleh institusi-institusi dalam
masyarakat, terutama institusi-institusi kesejahteraan sosial, untuk
mempertahankan dan memperkuat stabilitas keluarga.
Keluarga
sebagai iakatan sosial pertama yang dialami oleh seseorang. Di dalam
keluargalah anak belajar untuk hidup sebagai mahluk sosial yang
berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungannya (learning to live as a social being)
(Brill, 1978). Keluarga merupakan wadah pertama bagi seseorang untuk
mempelajari bagaimana dirinya merupakan suatu pribadi yang terpisah dan
harus berinteraksi dengan orang-orang lain di luar dirinya. Interaksi
sosial yang terjadi dalam keluarga ini merupakan suatu komponen vital
dalam sosialisasi seorang manusia. Anak akan menyerap berbagai macam
pengetahuan, norma, nilai, budi pekerti, tatakrama, sopan santun, serta
berbagai keterampilan sosial lainnya yang sangat berguna dalam berbagai
kehidupan masyarakat. Anak akan belajar bagaimana memikul rasa bersalah,
bagaimana menghadapi secara konstruktif berbagai tanggapan anggota
keluarganya yang lain, anak akan mengembangkan rasa percaya diri, harga
diri, kepuasan, dan cinta kasih terhadap sesama mahluk. Dengan demikian,
keluargalah pelaku pendidikan utama bagi seorang anak menjadi manusia
secara penuh, manusia yang mampu hidup bersama manusia lain dalam
lingkungannya yang diliputi suasana harmonis, bukan manusia congkak yang
memiliki dorongan agresi, merusak, dan mengganggu lingkungan sosialnya.
Suatu
keluarga yang penuh dengan kehangatan, cinta kasih, dan dialog terbuka
akan diserap oleh anak dan dijadikan sebagai nilainya sendiri. Hal
inilah yang menjadi landasan kuat anak dalam berinteraksi dengan orang
lain di masyarakat yang lebih luas. Pada kenyataannya, keluarga dengan
kondisi seperti itu tidak selalu terbentuk. Banyak keluarga yang penuh
dengan kekerasan, akibat berbagai situasinya tidak sempat mendidik
anaknya menjadi manusia yang secara sosial memiliki kematangan, misalnya
anak yang hanya diarahkan kepada pembantu rumah tangga dari pagi hingga
malam hari, enam hari dalam seminggu, akibat kedua orang tuanya harus
bekerja mencari nafkah. Banyak keluarga yang merasa lingkungan sosialnya
kurang aman sehingga melarang anak-anaknya bergaul di luar rumah,
sedangkan orang tuanya sendiri sibuk dengan pekerjaannya. Keluarga akan
menghasilkan manusia yang “kering”, “kerdil” dan “tidak bersahabat”.
Inilah yang memungkinkan menjadi pra kondisi bagi kenakalan anak dan
remaja. Anak akan menyerap perilaku, kebiasaan, tatakrama, serta norma
yang berasal dari televisi tanpa mendapat bimbingan yang cukup berarti
dari kedua orang tuanya. Anak akan menyerap tanpa evaluasi, atas
perilaku orang lain yang diamatinya.
Perubahan Keluarga dan Kenakalan Remaja
Unit
keluarga adalah sekelompok individu-individu yang satu sama lain
dihubungkan baik oleh darah, maupun oleh institusi seperti perkawinan.
Didalam kelompok tersebut biasanya terdapat pembagian wewenang
(otoritas), hak tanggung jawab, serta peran-peran ekonomi dan seks.
Definisi keluarga mungkin berbeda antara masyarakat yang satu dengan
yang lainnya, yang menimbulkan perbedaan pula dalam standar perilakunya.
Unit Nuclear Family terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak mereka, dan Extended Family, terdiri atas orang tua, anak-anak, kakek-nenek, bibi, paman dan lain-lain yang tinggal bersama. Pada extended family, orang tua mempertahankan otoritas atas perkawinan diantara sepupu dilarang. Pada nuclear family unit keluarga tidak tergantung, perkawinan antar sepupu dianggap normal. Nuclear family adalah tipe keluarga yang menonjol dalam masyarakat industri, sedangkan extended family banyak ditemukan pada kultur masyarakat agraris.
Menurut W. Kornblum (1989), dewasa ini keluarga mengalami perubahan-perubahan dari extended family menjadi nuclear family, dan single earner menjadi dual earner,
dari agraris ke industri dan teknologi. Bahkan definisi keluargapun
berubah dari kumpulan orang-orang yang didasarkan pada hubungan darah
atau perkawinan menjadi atas dasar companionship
(kesepakatan atau komitmen) saja, seperti yang dilakukan oleh para kaum
homo seksual di Amerika Serikat. Bila perubahan-perubahan ini tidak
menimbulkan akibat negatif pada fungsi utama keluarga, yaitu memelihara
dan membesarkan anak, mungkin bukan masalah. Akan tetapi, bila terjadi
sebaliknya maka itu adalah sebuah masalah.
Semua
keluarga secara kontinyu berubah, sebab mereka harus secara konstan
menyesuaikan diri dengan siklus perkembangan keluarga, dimana
peran-peran dari semua anggota keluarga berubah. Misalnya, sebagian
besar keluarga melampaui tahap-tahap pra nikah, membesarkan anak,
kesepian, dan pensiun. Selama dalam tahap dan pada masa transisi ke
tahap yang lain, keluarga menghadapi tantangan untuk mempertahankan
stabilitas atau kontinuitas, sehingga berfungsi secara memadai. Menurut
Glasser dan Glasser (1965) ada lima kriteria keluarga berfungsi memadai,
yaitu :
-
Konsistensi peranan internal di antara anggota keluarga.
-
Konsistensi peran-peran dan norma-norma keluarga, serta penampilan peran aktual.
-
Penyesuaian peran-peran dan norma-norma keluarga dengan norma-norma masyarakat.
-
Kemampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis anggota-anggota keluarga.
-
Kemampuan keluarga dalam merespons perubahan-perubahan.
Kegagalan
melaksanakan fungsi-fungsi ini dapat menimbulkan masalah-masalah dalam
keluarga. Kegagalan tersebut biasanya tanpa sengaja dan mengakibatkan
krisis internal dan eksternal. Krisis eksternal
berasal dari luar, misalnya orang tua menganggur karena terkena PHK.
Ini dapat mengakibatkan orang tua kehilangan harga diri dan otoritas,
dan senua anggota akan takut dan cemas karena tidak adanya jaminan
ekonomi. Krisis internal muncul dalam keluarga sebagai akibat, misalnya salah seorang anak mengalami mental disorder,
ketidaksetiaan perkawinan dan lain-lain. Perubahan besar dalam satu
peran keluarga dapat mempengaruhi krisis internal, misalnya orang tua
yang tiba-tiba memutuskan untuk bekerja disamping mengurus anak, atau
tiba-tiba berhenti bekerja.
Tekanan-tekanan dan masalah-masalah interpersonal lainnya dapat menimbulkan “empty shell”
dalam keluarga, yaitu tidak lagi memiliki perasaan kehangatan dan
kemenarikan diantara anggota-anggota keluarga karena tekanan dari luar.
Di dalam keluarga tidak ada lagi strong attachment,
saling mengabaikan kewajiban, dan berkomunikasi seminimal mungkin.
Situasi rumah seperti demikian merupakan tempat yang subur untuk tumbuh
dan berkembangnya masalah kenakalan anak dan remaja. Rumah atau keluarga
yang bahagiapun dapat mengakibatkan terjadinya masalah kenakalan
remaja, bila keluarga lost event dalam memperhatikan anak remajanya.
Model Pendekatan Dalam Memahami Remaja
Kenakalan
anak dan remaja merupakan hal yang harus diperhatikan oleh orang tua
dalam upaya pemecahannya. Tidak mudah untuk mendekati mereka tanpa
memahami siapa mereka dan dalam kondisi apa. Jones dan Pritchard (1985)
mengemukakan lima model pendekatan untuk memahami remaja, yaitu :
1. Model Konstitusi (Constitutional Model)
Model
ini memahami remaja dari perkembangan biologis dan fisiologis.
Perkembangan fisik dan biologis yang terlalu dini atau terlalu lambat
dapat menimbulkan masalah bagi remaja, terutama dalam menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan. Misalnya anak perempuan terlalu cepat
mengalami menstruasi dan mengalami pembesaran buah dada, atau sebaliknya
terlambat (sudah lewat masa remaja) belum mengalami masa menstruasi dan
buah dadanya masih belum muncul. Hal ini dapat menimbulkan kepanikan,
rendah diri, yang akhirnya sulit berkomunikasi dan tidak dapat
menyesuaikan dengan lingkungan. Demikian pula dengan perkembangan
biologis dan fisiologis anak laki-laki, misalnya mimpi basah, tumbuh
bulu dan lain-lain. Peran orang tua
dalam hal ini sangat penting untuk membimbing mempersiapkan berbagai
kemungkinan menghadapi perkembangan biologis dan fisiologis.
2. Model Krisis Identitas (Identity Crises Model)
Model
ini memahami remaja berdasarkan pemahaman remaja terhadap identitas dan
konsep dirinya. Memandang remaja mengalami krisis identitas, belum
memiliki kejelasan tentang siapa dirinya, apa potensinya dan apa
kekurangannya. Berdasarkan model ini, remaja harus dibantu untuk
menjawab pertanyaan siapa saya?, sehingga memperoleh kejelasan tentang
konsep diri dan identitas dirinya. Bila tidak, remaja akan
mengidentifikasi dan melakukan imitasi identitas orang lain, terutama
tokoh idolanya sebagai dirinya. Masalah muncul bila tokoh yang menjadi
idolanya adalah tokoh mafia, yang sering digambarkan sebagai pembunuh
berdarah dingin. Dalam hal ini peran orang tua dan para profesional
yang berkepentingan mempunyai tanggung jawab untuk membantu remaja agar
memiliki kejelasan terhadap identitas dan konsep dirinya.
3. Model Kebutuhan (Need Model)
Mengacu
pada teori kebutuhan untuk memahami remaja. Menurut teori kebutuhan
Maslow (1970), bila kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman
terpenuhi, maka pemenuhan kebutuhan-kebutuhan lainnya tidak akan banyak
menemukan kesulitan yang berarti. Kedua kebutuhan tersebut sangat
berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan remaja yang lainnya.
Remaja sering menampilkan perilaku kasar bila perutnya lapar, kurang
tidur an perasaannya tidak aman. Dalam hal ini orang tua sangat berperanan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan fisiologis dan rasa aman remaja.
4. Model Belajar Sosial (Social Learning Model)
Memandang
bahwa remaja sangat sensitive atas model-model perilaku di
lingkungannya. Bandura (1970) mengemukakan sebuah teori bahwa apabila
seseorang terekspos pada satu model perilaku, kemudian exposure tersebut terjadi berulang-ulang (repetition), maka akan terjadi retention (penyimpanan dalam long-term memory). Bila ini terjadi, maka seseorang tersebut akan mengikuti model perilaku tersebut. Exposure
ini biasanya dialami remaja dari media massa terutama televisi atau
dari lingkungan sebayanya. Bila model perilaku yang menempa remaja
tersebut ternyata dianggap cocok, maka remaja akan mengikuti model
perilaku tersebut. Selain itu, pada saat berkumpul dengan lingkungan
kelompoknya, biasanya mereka berperilaku sama, yang sebenarnya merupakan
hasil belajar sosial. Masalah muncul apabila model perilaku yang
mengeksposnya adalah model perilaku negatif atau menyimpang. Orang tua dan para profesional
yang berkepentingan juga mempunyai tanggung jawab dalam hal mencegah
tereksposnya remaja pada model-model perilaku negatif atau menyimpang,
atau mempersiapkan remaja agar memiliki ketahanan dalam menghadapi
pengaruh model-model perilaku tersebut.
5. Model Stress (Stress Model)
Memandang bahwa setiap orang pasti mengalami stress pada suatu saat. Kemampuan mengatasi stress (Coping Ability)
sangat berperanan. Stress yang tidak teratasi akan mengakibatkan
kecemasan, baik kecemasan ringan, seperti berkeringat, sampai kecemasan
berat seperti psikosomatis.
Daya untuk mengatasi atau mengelola stress pada diri remaja perlu
dikembangkan. Banyak kasus-kasus kenakalan remaja disebabkan oleh stress
dan rendahnya kemampuan untuk mengatasi. Pelatihan-pelatihan untuk
mengatasi stress dapat membantu para remaja mengembangkan coping ability.
Pemberdayaan Untuk Memperkuat Keluarga
Pemberdayaan
keluarga yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang
berhubungan dengan perkembangan anak dan remaja didasarkan atas
asumsi-asumsi untuk memperkuat keluarga. Seorang Pekerja Sosial
yang menggunakan model pemberdayaan didalam prakteknya akan mampu
membantu keluarga yang mengalami masalah dimana : 1) mereka sama sekali
tidak bertanggung jawab terhadap masalahnya akan tetapi akan bertanggung
jawab terhadap solusi terhadap masalah tersebut; 2) membantu
profesional dalam mencapai keahlian yang dapat digunakan dalam proses
pemecahan masalah; 3) resolusi masalah yang menuntut kolaborasi antara
keluarga dan “penolong” sebagai suatu kesatuan; 4) relasi mereka dengan
beberapa institusi sosial akan mempengaruhi etiologi dan terpeliharanya
masalah yang dialami oleh mereka, misalnya relasinya dengan polisi,
rumah sakit, sekolah, lembaga probasi; 5) sistem tidak monilitis tetapi
terbentuk dari subsistem dan cara-cara yang efektif yang berhubungan
dengan sistem ini dapat dipelajari dalam cara yang sama dimana relasi
dengan individu-individu dapat dipelajari.
1. Enabling
Asumsi
dari strategi ini adalah bahwa keluarga mungkin memiliki sumber-sumber
yang tidak selalu dikenali sebagai hal yang bermanfaat didalam
pencapaian sistem apa yang keluarga butuhkan. Enabling
menunjuk pada tindakan pekerja sosial untuk menyediakan informasi atau
kontak yang akan memberikan kemampuan terhadap keluarga untuk
memanfaatkan sumber-sumber yang ada pada keluarga lebih efektif.
Keluarga mencoba untuk memperoleh pelayanan dukungan khusus untuk
anaknya yang mengalami kegagalan di sekolah. Keluarga diberikan
kemampuan untuk dapat menghadapi otoritas sekolah dan mendapatkan
pelayanan.
2. Linking
Asumsi
strategi ini bahwa keluarga dapat memperbesar kekuatannya sendiri
melalui berhubungan dengan orang lain yang dapat menyediakan
persepsi-persepsi dan atau kesempatan-kesempatan baru. Mungkin keluarga
berhubungan dengan orang lain untuk menyediakan kekuatan kolektif yang
dapat membuat lebih kuat didalam menghadapi sistem. Linking
menunjuk pada tindakan yang dilakukan oleh pekerja sosial untuk
menghubungkan keluarga-keluarga kepada keluarga-keluarga lain, kelompok
atau jaringan kerja.
3. Catalyzing
Asumsi
strategi ini bahwa keluarga memiliki sumber-sumber akan tetapi sumber
tambahan dibutuhkan sebelum sumber yang ada pada keluarga digunakan
secara penuh. Sebagai contoh, apabila orang tua memiliki keterampilan
kerja, maka mereka akan membutuhkan pekerjaan sebelum keterampilan
tersebut digunakan. Catalyzing
menunjuk pada tindakan pekerja sosial untuk mendapatkan sumber-sumber
yang menjadi prasyarat untuk keluarga menggunakan secara penuh
sumber-sumbernya yang sudah ada.
4. Priming
Asumsi
strategi ini bahwa banyak sistem dimana keluarga yang tadinya memiliki
respon negatif, diarahkan kepada pemberian respon yang lebih positif.
Keluarga menjadi berpengalaman didalam berhubungan dengan konflik.
Sebagai contoh, seorang ibu diberi kemampuan untuk mendiskusikan reaksi
anak laki-lakinya terhadap situasi stress di rumah dengan konselor
sekolah dan gurunya.
Kesimpulan
Masalah
kenakalan anak dan remaja tidak memandang tempat maupun status sosial
ekonomi, ada pada setiap lapisan masyarakat, di kota maupun di desa,
pada lingkungan kaya maupun miskin. Keluarga sebagai penyebab tidak
langsung terjadinya kenakalan remaja selain masyarakat.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga, misalnya dari single earner menjadi dual earner
mengakibatkan ibu rumah tangga berkurang waktunya untuk memperhatikan
anaknya. Perubahan ini juga memberikan kontribusi pada semakin besarnya
peluang terjadinya perceraian. Fenomena empty shell
juga dapat disebabkan oleh perubahan akibat tidak langsung terjadinya
kenakalan remaja, sebab kebutuhan akan rasa aman remaja tidak terpenuhi.
Kenakalan remaja dapat difahami melalui lima model pendekatan, yaitu model konstitusional, yang memahami remaja dari perkembangan fisiologis dan biologis; model krisis identitas untuk memahami kesulitan remaja dalam menemukan jati dirinya; model kebutuhan yang memahami remaja dari kondisi pemenuhan kebutuhan dasar manusia; model belajar sosial untuk memahami bagaimana perilaku remaja sebagai hasil belajar dari lingkungannya; dan model stress untuk memahami bagaimana kemampuan remaja dalam mengatasi stress (coping ability).
Keluarga,
bagaimanapun merupakan sumber terjadinya masalah kenakalan remaja, akan
tetapi keluarga juga merupakan sumber untuk mencegah dan mengatasi
kenakalan remaja. Hal ini sejalan dengan aliran konservatif yang
menganggap bahwa keluarga, utamanya yang memiliki orang tua lengkap,
merupakan institusi yang sangat penting sebagai tempat anak untuk tumbuh
dan berkembang ke arah yang memadai dengan menerapkan nilai dan
moralitas yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Demikian pula
Parsons (1964) dan Parsons & Bales (1956) mengatakan bahwa
modernisasi akan melunturkan dan mengurangi fungsi keluarga. Fungsi
sosialisasi anak dan tention.
Langganan:
Postingan (Atom)